Suara.com - Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra meyakini mayoritas kreditur akan menyetujui proposal perdamaian yang diajukan perseroan dalam sidang pemungutan suara atau voting Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Ia mengklaim, saat ini sudah 60 persen kreditur yang menyetujui proposal perdamaian tersebut. Meski begitu, Irfan mengakui, lobi-lobi kepada kreditur terus berlangsung.
"Saya pikir semua yang datang ke sini punya pilihan dan kami menghargai sekali mereka mau ngantre seperti ini, ini menunjukkan bahwa semua kreditur kita yang datang mencoba bersama-sana cari solusi," ujarnya saat ditemui usai jeda sidang Voting PKPU di Jakarta, Jumat (17/6/2022).
Menurut Irfan, jika mayoritas kreditur menyutujui, maka kreditur yang voting tidak setuju mau tak mau harus ikut ketentuan-ketentuan proposal yang diajukan maskapai pelat merah ini.
Baca Juga: 4 Fakta Utang Rp142 Triliun Garuda Indonesia, Pendapatan Kecil Pengeluaran Jumbo
"Kemarin sih rasanya mayoritas oke tapi kita lihat hari ini. Saya nggak mau mendahului. Sabar ya," kata dia.
Sebelumnya, maskapai pelat merah ini melakukan perubahan pada proposal perdamaian kepada para kreditur. Perubahan proposal damai ini soal jumlah nominal surat utang yang akan diterbitkan emiten bersandi saham GIAA ini.
Irfan menjelaskan, nilai surat utang tersebut awalnya sebesar USD800 juta, tetapi setelah perubahan nilai surat utang meningkat menjadi USD825 juta.
Dana surat ini, tutur dia, akan digunakan Garuda untuk menyelesaikan kewajiban utang ke lessor, finance lessor, produsen pesawat hingga kreditur lainnya yang memiliki piutang di atas Rp255 juta.
"Jadi, masing masing lessor, financial lessor, engine lessor produsen pesawat, MRO, dan vendor lainnya dengan tagihan diatas Rp255 juta dan pemegang sukuk akan menerima tagihan mereka secara pukul rata. Bentuknya hutang dengan nilai total USD825 juta, ada peningkatan dari draft sebelumnya USD800," jelas dia.
Baca Juga: Garuda Ajukan Penundaan Voting PKPU Selama Dua Hari, Dirut Jelaskan Alasannya
Untuk diketahui, Daftar Piutang Tetap (DPT) per 14 Juni 2022 memerinci perusahaan pelat merah Garuda Indonesia memiliki utang terhadap 501 kreditur.
Emiten berkode saham GIAA ini mengakumulasi utang Rp142,42 triliun dengan rincian tagihan terdiri dari daftar piutang tetap kepada 123 lessor sebesar Rp104,37 triliun.
Kemudian utang juga ditanggung Garuda Indonesia kepada 23 kreditur non-preferen sebesar Rp3,95 triliun, dan 300 kreditur non-lessor sebesar Rp34,09 triliun.