Suara.com - Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menyisakan hitungan hari. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengikuti PPS hingga 30 Juni 2022. Tentunya, sederet manfaat telah menanti. Dengan mengikuti PPS, Wajib Pajak dapat terhindar dari sanksi 200% dari PPh yang kurang dibayar, tidak terbit ketetapan pajak atas kewajiban 2016-2020, serta data yang diungkap tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana.
PPS adalah pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk melaporkan dan mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. Kebijakan ini dilatarbelakangi adanya urgensi untuk meningkatkan rasio pajak, mengawal kepatuhan pelaporan aset pasca amnesti pajak, dan membantu WP yang ingin patuh namun terkendala kondisi akibat pandemi.
Pemerintah menyadari bahwa partisipasi masyarakat untuk mengikuti PPS dapat dikelola sebagai peluang emas. PPS diharapkan mampu menghadirkan dua fungsi penting pajak dalam perekonomian. Potensi tersebut berupa munculnya sumber investasi baru dalam membiayai pembangunan dan perluasan basis pajak.
Dikutip dari situs resmi DJP, Kamis (16/6/2022), tingkat partisipasi PPS mencapai 87.667 Wajib Pajak dan 104.714 Surat Keterangan dengan kontribusi PPh mencapai nilai Rp19,5 triliun. Capaian ini bersumber dari tiga jenis deklarasi. Pertama, deklarasi dari luar negeri mencapai Rp15,3 triliun. Kedua, jumlah harta yang akan diinvestasikan ke instrumen surat berharga negara (SBN) mencapai Rp9,8 triliun. Ketiga, deklarasi dari dalam negeri diperoleh Rp170,7 triliun.
Baca Juga: Kemenkeu Mulai Kencangkan Ikat Pinggang Antisipasi Lonjakan Inflasi
Capaian tersebut masih akan terus bertambah hingga batas akhir pelaksanaan PPS. Tentunya WP dapat mengikuti PPS dengan tarif terendah melalui repatriasi dan investasi atas aset yang diungkapkan, baik dari dalam maupun luar negeri. Adapun instrumen investasinya dapat berupa Surat Berharga Negara (SBN), kegiatan sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi), maupun sektor energi terbarukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penyuluh Pajak di KPP Madya Jakarta Timur, Didik Yandiawan, menjelaskan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Pemerintah telah merancang skema tarif atas pengungkapan harta. Sebagaimana diketahui, PPS Kebijakan I (WP peserta tax amnesty 2015) dan PPS Kebijakan II (WP Orang Pribadi) masing-masing mematok angka 6% dan 12% sebagai tarif terendah.
“Peserta Kebijakan I membayar PPh Final dengan mengalikan tarif 6% dengan nilai harta bersih per 31 Desember 2015 yang belum diungkap saat tax amnesty. Sedangkan nilai harta bersih yang diperoleh tahun 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020 menjadi dasar penghitungan bagi peserta Kebijakan II,” sebutnya.
Mengakomodasi hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan dua beleid pelaksanaan. Pertama, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS (PMK-196/2021). Kedua, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan Sumber Daya Alam dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan PPS Wajib Pajak (KMK-52/2022).
PMK-196/2021 mengatur ketentuan repatriasi dan investasi. Repatriasi atau pengalihan harta ke Indonesia dilakukan paling lambat 30 September 2022. Sementara itu, investasi dilakukan paling lambat 30 September 2023 dan dapat dipindahkan ke bentuk lain setelah dua tahun. Adapun komitmen repatriasi dan investasi berlaku ketentuan holding period selama lima tahun sejak diinvestasikan serta wajib dilaporkan setiap tahun paling lambat saat berakhirnya batas pelaporan SPT Tahunan melalui laman DJP.
Baca Juga: 9 Langkah Cara Buat NPWP Online Terbaru, Perhatikan Syarat sesuai Kategori
Didik Menuturkan, terkait SBN, WP dapat melakukan pembelian SBN seri khusus di pasar perdana melalui private placement. Pembelian dilakukan melalui dealer utama (bank dan pihak yang ditunjuk) secara periodik dengan harga pasar (market yield). WP dapat memantau pengumuman seri dan range yield pada lima periode yang telah ditentukan melalui laman djppr.kemenkeu.go.id/pps.
Private placement SBN yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) terdiri dari empat langkah. Pertama, WP memesan melalui dealer utama dan memilih tenor dengan melampirkan surat keterangan. Kedua, dealer utama menyampaikan penawaran penjualan SUN. Ketiga, pembahasan Kemenkeu (DJPPR) dengan dealer utama dan penandatanganan kesepakatan. Keempat, setelmen dan penyampaian hasil transaksi private placement.
Selain itu, melalui KMK-52/2022 Pemerintah menetapkan lebih dari 300 (tiga ratus) kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih. Investasi pada hilirisasi sumber daya alam dan sektor energi terbarukan merupakan alternatif investasi PPS selain Surat Berharga Negara (SBN) yang mendapat hak istimewa kebijakan tarif terendah PPS. Jenis usahanya bervariasi, mulai dari sektor industri padat karya hingga padat modal. Misalnya industri furnitur hingga aktivitas pengembangan video game.
“Kesempatan emas ini layak untuk dipilih oleh WP. Melalui investasi atas pengungkapan aset PPS, WP memperoleh manfaat ganda melalui pembayaran PPh Final dengan tarif terendah sekaligus berinvestasi dengan aman, berimbal hasil tinggi, dan dijamin UU. Segera klik pajak.go.id/pps dan putuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan Indonesia via PPS sekarang juga. Bisa jadi, partisipasi PPS menjadi salah satu keputusan terbaik yang pernah Anda pilih seumur hidup,” papar Didik.