Suara.com - Harga minyak dunia menguat pada perdagangan pada hari Kamis, setelah Amerika Serikat mengumumkan sanksi baru terhadap Iran.
Selain itu pasar energi juga masih khawatir terkait pasokan yang membuat harga melonjak tahun ini.
Sebelumnya, harga minyak tergelincir karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat, Inggris dan Swiss memicu kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global.
Mengutip CNBC, Jumat (17/6/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD1,30 atau 1,1 persen menjadi USD119,81 per barel.
Baca Juga: The Fed Kerek Suku Bunga 0,75 Persen, Harga Minyak Dunia Anjlok Lebih dari 3 Persen
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melambung USD2,27, atau 2 persen menjadi USD117,58 per barel.
Setelah aksi jual di awal sesi, buyer masuk lagi ke pasar ketika sebagian besar pengamat memperkirakan pasokan akan tetap ketat selama beberapa bulan.
"Banyak dari itu hanya masalah pasokan dan ini harus diselesaikan," kata Eli Tesfaye, analis RJO Futures.
"Saat ini tidak ada perlambatan permintaan global sehingga aksi jual apa pun akan dilihat sebagai peluang dan itulah yang benar-benar kita lihat hari ini." Tambahnya.
Badan Energi Internasional memperkirakan permintaan akan meningkat lebih lanjut pada 2023, tumbuh lebih dari 2 persen ke rekor 101,6 juta barel per hari. Optimisme bahwa permintaan minyak China akan pulih karena pelonggaran pembatasan Covid-19 juga mendukung harga.
Baca Juga: The Fed Bersiap Kerek Suku Bunga, Harga Minyak Dunia Melemah
Analis mengatakan harga mendapat dorongan dari keputusan Washington untuk menjatuhkan sanksi pada perusahaan China, Emirat dan Iran yang membantu mengekspor petrokimia Iran.
Selain itu, produksi minyak Libya jatuh menjadi 100.000-150.000 barel per hari, jauh di bawah 1,2 juta barel per hari yang terlihat tahun lalu, dan analis tetap khawatir negara itu bakal menghadapi masalah yang berkelanjutan dalam pengiriman minyak di tengah gejolak di dalam negeri.
Harga minyak merosot lebih dari 2 persen Rabu, setelah Federal Reserve menaikkan suku bunga utamanya sebesar 0,75 persen kenaikan terbesar sejak 1994.
"Begitu menaikkan suku bunga setinggi itu dan kita tahu itu akan terjadi bulan depan, banyak pelanggan ritel mengalami kesulitan berdagang begitu Anda mulai mendongkrak biaya perdagangan mereka," kata Robert Yawger, Direktur Mizuho di New York.
Kamis, saham Eropa jatuh setelah kenaikan suku bunga yang mengejutkan dari Swiss National Bank. Hal ini diikuti kenaikan suku bunga oleh Bank of England.