Suara.com - Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang mencakup Agenda 2030 membutuhkan investasi keuangan yang sangat besar, tidak terkecuali dalam inovasi serta strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Sebagai upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam memajukan mekanisme keuangan inovatif untuk meningkatkan pembiayaan SDGs di Indonesia, United Nations Development Programme (UNDP) di bawah Program Bersama PBB Accelerating SDGs Investments in Indonesia (ASSIST), baru-baru ini menyelenggarakan webinar berjudul Leveraging Capital for Inclusive Growth & Sustainable Recovery through SDG Bonds.
Webinar ini menjadi platform bagi para pakar keuangan dan pembuat kebijakan dari kawasan Asia Pasifik untuk berbagi praktik terbaik dalam memaksimalisasi dampak dari obligasi tematik.
Webinar ini diselenggarakan pada saat yang tepat ketika Indonesia bersiap untuk menerbitkan obligasi tematik, yaitu SDG Bond, kedua pada tahun 2022. Penerbitan ini dilandaskan kesuksesan Indonesia tahun lalu sebagai negara pertama di kawasan Asia Tenggara dan ketiga di dunia untuk menerbitkan SDG Bond di pasar global.
Baca Juga: Investasi Kesehatan dengan Mencuci Tangan
Pada tahun 2021, SDG Bond Indonesia berhasil mengumpulkan EUR500 juta dan telah membiayai proyek-proyek strategis yang meningkatkan kualitas hidup banyak orang Indonesia pada sektor-sektor yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan akses telekomunikasi.
Resident Coordinator PBB di Indonesia, Valerie Julliand mengatakan bahwa pemanfaatan sumber pembiayaan inovatif adalah kunci untuk mengatasi kesenjangan pembiayaan yang menghambat negara-negara berkembang untuk mencapai SDGs, yang diperkirakan sekitar USD 3,7 triliun per tahun.
“Memanfaatkan instrumen pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan adalah salah satu jawaban atas tantangan pembiayaan yang besar. Keinginan pasar untuk instrumen keuangan berkelanjutan seperti obligasi sudah mapan, dengan pasar obligasi hijau, sosial, dan keberlanjutan melampaui USD 1 triliun pada tahun 2021 saja,” kata Julliand dalam keterangannya, Jumat (17/6/2022).
Resident Representative UNDP Indonesia Norimasa Shimomura meminta seluruh pemangku kepentingan untuk memanfaatkan momentum SDG Bond Indonesia 2021.
“Kisah sukses kita tidak boleh berhenti di sini. UNDP akan melanjutkannya dengan berfokus pada peningkatan dampak dari SDG Bond dan dengan melihat lebih dekat peran instrumental yang dapat dimainkan oleh SDG Bond dalam menarik investasi baru guna mempromosikan agenda keberlanjutan,” kata Shimomura dalam sambutan pembukaannya.
Baca Juga: Platform Trading Kripto Matrixport Fasilitasi Pembiayaan ke Para Investor
Pakar keuangan global mengambil bagian dalam webinar tersebut dan berbagi beberapa praktik terbaik serta pengetahuan di balik perumusan dan pengelolaan SDG Bond.
Dr Suminto Sastrosuwito, Asisten Menteri bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Kementerian Keuangan, menegaskan tidak mungkin apabila negara hanya mengandalkan anggaran pemerintah untuk memperkecil kesenjangan ini.
“Pemerintah menyadari bahwa dana publik tidak dapat menanggung beban sendiri, sehingga diperlukan peran serta swasta. Selama beberapa tahun terakhir, instrumen pembiayaan inovatif telah dikembangkan di pasar dalam rangka percepatan pencapaian SDGs, salah satunya adalah SDG Bond,” ujarnya.
Keberhasilan peluncuran SDG Bond Indonesia di pasar global tahun lalu, dikombinasikan dengan visibilitas global yang Indonesia dapatkan sebagai Presiden G20 tahun 2022, memberikan peluang strategis untuk mendorong negara lain mengembangkan skema pembiayaan inovatif untuk SDGs.
Penerbitan SDG Bonds—dan obligasi sejenis, seperti green bond dan sustainability bond—sangat penting untuk mengikuti perkembangan tren pasar modal terkini. Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Negara, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko mencatat investor semakin tertarik dengan proyek-proyek yang sejalan dengan SDGs.
“Satu catatan kunci dari investor update meeting yang kami selenggarakan sebelumnya adalah bahwa hampir semua investor memiliki minat dan berencana untuk meningkatkan kepemilikan surat (utang) berkenaan dengan LST,” ujarnya dalam presentasi tentang obligasi tematik, yang menyebutkan akronim untuk Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola—tiga non-faktor keuangan yang semakin banyak diterapkan investor sebagai bagian dari proses analisis untuk mengidentifikasi risiko material dan peluang pertumbuhan.
Sembari persiapan Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan SDG Bond keduanya, perwakilan dari Uzbekistan menjelaskan bagaimana penerbitan serupa oleh Uzbekistan telah membantu membiayai proyek-proyek untuk memajukan SDGs.
Menurut Nargiza Nigmatova, Head of External Financial Market Division, Kementerian Keuangan Uzbekistan beberapa proyek pada sektor pendidikan, kesehatan, pengelolaan sumber daya alam, irigasi, rekonstruksi, pembangkit listrik hijau, dan kesetaraan gender, telah diuntungkan dari pembiayaan melalui SDG Bond.
Untuk menjamin bahwa pembiayaan dialokasikan untuk proyek-proyek berorientasi SDGs, pemerintah Uzbekistan berkomitmen untuk mengukur dan melaporkan dampak dari proyek-proyek yang dibiayai obligasi dalam jangka waktu satu tahun setelah penerbitan SDG Bond. Pemerintah Uzbekistan telah bekerja sama dengan UNDP untuk melakukan proses pemantauan dan pelaporan ini, tambah Nigmatova.
Pengukuran yang jelas sangat penting karena investor swasta juga tertarik untuk melacak dampak proyek SDG Bond.
“Penerbit harus memastikan obligasi itu bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini tidak akan mudah, tetapi poin utamanya terletak pada transparansi dan pengungkapan informasi,” kata Yoshiyuki Arima, Lead Financial Officer, Capital Markets and Investments-Treasury, World Bank.
Pentingnya keterbukaan dan transparansi kepada publik dan investor menjadi pusat perhatian pada sesi diskusi kedua webinar, Ensuring Sustainable Impacts: Maximizing the Leverage of Thematic Bonds for SDGs & COVID-19.
Belissa Rojas, Impact Measurement and Management Lead di UNDP, mengatakan bahwa transparansi sangat penting untuk meyakinkan investor bahwa investasi mereka ke dalam SDG Bond memberikan dampak yang nyata dan bertentangan dengan sekadar greenwashing.
Cheryl Tay, Manager of Sustainable Corporate Solutions (Asia Pacific), Sustainalytics dan Martin Prisé, Sustainable Bonds Analyst, Debt Capital Market Asia-Pasific, HSBC mencatat bahwa matriks dampak sekarang digunakan untuk mendukung pelaporan setiap proyek.
Scenaider Siahaan, Deputi Menteri Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, dalam sambutan penutupnya menyimpulkan bahwa transparansi adalah kunci keberhasilan pembiayaan SDGs.
“Munculnya obligasi tematik menyoroti pentingnya penguatan kredibilitas dan standarisasi ketika mengungkapkan hasil atau dampak investasi. Di sinilah kerangka dan prinsip berperan, dalam memastikan bahwa sumber daya yang dihasilkan dari obligasi akan digunakan untuk tujuan yang telah ditentukan—untuk mempercepat pencapaian SDG dan pemulihan pasca COVID-19,” tambahnya.