Suara.com - Indonesia diprediksi akan mengalami inflasi mencapai 4,2 persen di tahun ini. Prediksi peningkatan inflasi yang diukur dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) tersebut disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo.
Meski begitu, Perry menyebut inflasi di Indonesia masih bisa dikendalikan di tahun 2022 ataupun tahun mendatang. Hal tersebut disampaikannya dalam Seminar bertajuk "Managing Inflation to Boost Economic Growth".
"Namun inflasi inti dan ekspektasi inflasi masih bisa terkendali di dalam kisaran dua persen sampai empat persen pada tahun ini dan tahun depan," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo secara daring di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Dengan demikian, hal tersebut menjadi cerminan koordinasi fiskal dan moneter yang sangat kuat di Indonesia. Pasalnya, fiskal meningkatkan subsidi sehingga tidak semua kenaikan harga energi dan komoditas dunia berdampak kepada inflasi dalam negeri.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Mei 2022 Surplus 2,90 Miliar dolar AS, India Jadi Pembeli Terbesar
Perry menjelaskan, BI juga ikut berpartisipasi dalam pembiayaan anggaran negara untuk tahun ini. Koordinasi tersebut diklaim berhasil menahan dampak kenaikan harga komoditas yang tinggi, baik harga energi maupun harga pangan dunia terhadap inflasi di Tanah Air.
Tak hanya itu, Perry juga membandingkan kondisi Indonesia yang berbeda dengan negara-negara lain. Pasalnya, negara-negara lain saat ini tengah mengalami lonjakan inflasi yang tinggi hingga mencapai dua digit.
Menurut nya, kondisi itu tak terlepas dari langkah pemerintah dalam meningkatkan subsidi. Di antaranya untuk Premium, diesel, listrik, LPG.
Selain itu, pemerintah juga berusaha menekan inflasi dengan meningkatkan bantuan sosial, dalam menyikapi kenaikan harga energi dan pangan dunia.
"Sementara harga-harga Pertamax, Pertalite, dan bahan bakar non-subsidi itu memang naik," jelas Perry.
Di sisi lain, Perry Warjiyo menuturkan pada tahun ini BI juga masih berpartisipasi dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Hal ini dilakukan dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp224 triliun untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan.
Untuk pengalokasian dana tersebut, bank sentral menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah apakah sebagian akan digunakan untuk membiayai peningkatan subsidi, demi mengendalikan dampak kenaikan harga komoditas dan inflasi global terhadap inflasi di Tanah Air. [ANTARA].