Suara.com - Salah satu dampak pandemi Covid-19 adalah percepatan digitalisasi masyarakat. Banyak orang untuk beralih ke layanan digital untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perubahan ini didukung oleh pesatnya pertumbuhan aplikasi super yang melayani berbagai kebutuhan, seperti transportasi, pesan-antar makanan, pembayaran, dan masih banyak lagi. Survei Tempo Data Science (TDS) menemukan persaingan yang sengit antara dua raksasa di dunia digital apps Indonesia, Grab dan Gojek, dalam merebut segmen pasar milenial dan gen Z.
TDS menggelar survei untuk mengukur perilaku dan preferensi Milenial dan Gen Z terhadap aplikasi super. Survei dilaksanakan pada Oktober-Desember 2021 dengan melibatkan 844 responden di delapan kota besar Indonesia, yakni Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan Denpasar.
Yang diukur adalah tingkat awareness, preferensi penggunaan, dan evaluasi terhadap layanan digital di kalangan generasi Z dan milenial terhadap empat lini layanan digital, yakni transportasi online (ride-hailing), pesan-antar makanan (food delivery), pembayaran digital (digital payment), dan belanja kebutuhan harian (grocery shopping). Hasilnya, terjadi persaingan yang ketat antara Grab dan Gojek memimpin, meninggalkan merek-merek lain pada semua kategori.
Baca Juga: Korean Wave, Fanatisme, dan Lunturnya Nilai Kebudayaan Indonesia pada Gen Z
Grab unggul dalam pangsa pasar pada tiga kategori (yakni transportasi online, pembayaran digital, dan belanja kubutuhan harian), dan seimbang dengan Gojek pada kategori pesan-antar makanan. Meski demikian selisih di antara keduanya di setiap kategori sangat ketat. Koordinator survei TDS Ai Mulyani mengatakan, karena keduanya menyasar pasar yang persis sama, selisih yang ketat tersebut mengindikasikan persaingan yang dinamis di antara keduanya.
“Aplikasi super telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan Milenial dan Gen Z. Karena itu mereka sangat sensitif dalam menentukan pilihan mereka,” ujar Ai Mulyani selaku penanggung jawab riset dari TDS dalam keterangannya, Rabu (15/6/2022).
Popularitas dan Pangsa Pasar
Pernyataan Ai tersebut terkonfirmasi dari tingkat pengenalan terhadap merek (brand awareness) terhadap aplikasi super dan merek-merek afiliasinya. Secara umum, popularitas merek Grab dan Gojek pada layanan transportasi online, pesan-antar makanan, dan belanja kebutuhan harian sudah sangat tinggi, demikian pula OVO dan GoPay pada layanan pembayaran digital.
Di kalangan generasi Z dan milenial, tingkat awareness secara spontan (tanpa dibantu mengingatkan merek baik secara nama, logo, warna) untuk merek-merek tersebut sudah di atas 90%. Artinya hampir semua paham dan familiar dengan merek-merek tersebut.
Baca Juga: Fenomena Bahasa Jaksel di Indonesia yang dibawakan Generasi Milenial
Di sisi lain,tampak kesenjangan yang nyata antara dua merek terkemuka, yakni Grab dan Gojek, dengan merek-merek lain, seperti Maxim dalam layanan transportasi online; atau Dana, Shopeepay, dan LinkAja dalam pembayaran digital; atau Shopee Mart, Bliblimart dan Sayurbox dalam belanja harian.
Kondisi Tersebut juga tergambar dalam penguasaan pangsa pasar yang diukur berdasarkan merek paling sering digunakan (Brand Used Most Often, BUMO). Pada kategori transportasi online, Grab menguasai 52% pangsa pasar, unggul 4% dari Gojek yang mencapai 48%. Selain dua decacorn tersebut ada Maxim sebagai pemain lain, namun perolehan pasarnya sangat kecil.
Dalam kategori pesan antar-makanan GrabFood dan GoFood bersaing ketat, meraih nilai yang sama, masing-masing 45%, Sisanya sebesar 10% dikuasai oleh ShopeeFood yang relatif baru masuk pasar. Menurut Ai, faktor diskon dan promosi yang menjadi faktor-faktor yang menentukan pilihan pelanggan.
Perebutan pangsa pasar pada layanan pembayaran digital lebih sengit. OVO memimpin pasar pada 42%, diikuti GoPay (32%), ShopeePay dan Dana (masing-masing 11%), serta LinkAja (4%).
Kompetisi ketat dalam produk dan layanan terbaik
Untuk mengukur produk dan layanan terbaik, responden diminta mengevaluasi menggunakan skor dengan skala 1 (sangat buruk) hingga 5 (sangat bagus) terhadap masing-masing merek. Hasilnya menunjukkan bahwa di mata gen Z dan milenial, Grab unggul tipis dibanding layanan Gojek.
Hal ini terlihat dari selisih mean score (angka rata-rata) atribut secara keseluruhan yang rata-rata relatif kecil, yakni di bawah 3%. Keunggulan yang cukup signifikan terlihat pada Grab yang dinilai lebih baik pada beberapa atribut terkait tarif yang lebih kompetitif. Sedangkan pada atribut lainnya dinilai lebih unggul atau setara.
Temuan di atas, menurut Ai, menunjukkan pertarungan dua decacorn Grab dan Gojek sangatlah ketat dalam memperebutkan pasar yang sama. Hal ini disebabkan baik pengguna (buyer, user) maupun penyedia jasa (seller, provider) sebenarnya adalah komunitas digital yang sama. Semua seller dan buyer mempunyai akses yang sama.
Pembeda terkuat adalah faktor preferensi seperti kemudahan, dan kenyamanan penggunaan aplikasi serta harga. Karena itu, switching pattern secara nyata ada di ujung jari. Hampir tidak ada hal yang menghalangi pengguna untuk berganti aplikasi yang tersedia pada satu gadget yang sama.
Selain faktor preferensi, moda pembayaran ditemukan menjadi faktor loyalitas konsumen terhadap merek aplikasi super.
“Sangat linier. Pengguna Grab dan semua layanannya merupakan pengguna utama OVO, begitu juga dengan GoPay yang digunakan oleh pengguna Gojek. Perbaikan dan inovasi di lini pembayaran akan mendongkrak loyalitas konsumen terhadap aplikasi supernya,” jelas Ai.
Survei dilakukan pada periode waktu Oktober sampai Desember 2021.Metode survei menggunakan pendekatan kuantitatif melalui kuesioner terstruktur berformat online.
Survei yang memiliki tingkat kepercayaan 95% dan margin of error 3,37% ini diikuti oleh 844 responden, tersebar di 8 kota besar Indonesia: DKI Jakarta, Bodetabek, Semarang & DIY, Surabaya, Bandung, Medan, Makassar dan Denpasar.
Agar lebih mencerminkan populasi, dilakukan proses pembobotan (weighting) pada hasil akhir data yang terkumpul. Untuk data populasi kota, segmen usia dan jenis kelamin, TDS mengacu angka-angka dari BPS – Biro Pusat Statistik. Sedangkan untuk penetrasi pengguna internet mengacu pada data APJII - Asosiasi Provider Internet Indonesia.
Secara keseluruhan, responden adalah para pengguna minimal 2 layanan digital dalam 6 bulan terakhir, memiliki komposisi 40% gen Z (17-24 tahun), 20% milenial yunior (25-30 tahun) dan 40% milenial senior (31-40 tahun). Komposisi antara perempuan dan laki-laki seimbang. Mereka, 18% berasal dari kelas sosial ekonomi A, 21% dari kelas B, 46% kelas C dan 15% kelas D.