Suara.com - Penurunan harga saham belakangan menurut BEI, tidak hanya terjdi di Bursa Indonesia saja tapi juga terjadi di banyak negara lain dampak inflasi global.
"Penurunan indeks beberapa waktu terakhir ini, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sempat menyentuh level kembali di bawah 7.000, tidak hanya terjadi di bursa Indonesia saja," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BEI Hasan Fawzi.
Dari hampir 40 bursa utama dunia, lanjut Hasan, secara tahunan (year to date) hanya ada 10 bursa yang menunjukkan pertumbuhan positif, termasuk bursa Indonesia, yaitu IHSG masih tumbuh lebih dari 6 persen.
Pemicu penurunan nilai indeks saham ada beberapa faktor terutama kenaikan harga-harga komoditas dunia yang dipicu salah satunya oleh ketidakpastian yang ditimbulkan akibat perang Ukraina dan Rusia.
Baca Juga: OJK Tak Menampik Blibli Berencana Mau IPO
"Efek berikutnya memicu tingkat inflasi yang tinggi di hampir seluruh negara di dunia yang pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran pada investor bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga secara agresif," ujar Hasan.
Menurut Hasan, IHSG termasuk paling positif lantaran menunjukkan optimisme pasar terhadap potensi pasar modal dan perekonomian Indonesia.
(a berharap investor tidak panik, tidak bereaksi berlebihan, dan tetap memantau perkembangan pasar dan kondisi perusahaan-perusahaan tercatat.
"Koreksi dalam di pasar saham tentunya bukan kali pertama ini terjadi, sehingga kami meyakini dengan crisis management protokol yang kami miliki serta dukungan maupun koordinasi kebijakan antara Pemerintah, Bank Indonesia dan OJK, dampak negatif dan risiko yang mungkin terjadi dapat dimitigasi dengan baik," kata Hasan.
Selasa lalu, IHSG ditutup menguat kembali ke atas level psikologis 7.000. IHSG ditutup menguat 54,44 poin atau 0,78 persen ke posisi 7.049,88. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 9,4 poin atau 0,93 persen ke posisi 1.019,53