Suara.com - Pengamat ekonomi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dani Setiawan mengaku curiga pada manuver para politisi pada kasus anak usaha Telkom tersebut.
Tuduhan ini, menurutnya bukan lagi sebagai bentuk kritik investasi namun menyerang Menteri BUMN Erick Thohir untuk merusak kredibilitasnya demi kepentingan Pilpres 2024.
“Pilpres memang masih dua tahun lagi, tapi upaya jegal-menjegal sudah berlangsung dari sekarang. Lawan politik Erick melihat peluang di kasus investasi Telkom, karena keberadaan Boy Tohir sebagai Komisaris Utama GoTo," kata Dani.
"Ketika momentum itu tiba, mereka berupaya mengkapitalisasi isu ini dengan sangat optimal. Maka itu mereka berebut memunculkan gagasan bikin pansus dan panjang,” sambung dia.
Pria yang juga dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik itu mengatakan, Erick Thohir jadi sasaran politik dengan bekal investasi Telkom.
Kalangan terkait menyerang dengan tiga strategi yaitu menggoyang posisi Erick dalam kabinet, membentuk pansus dan panja, serta membangun citra dan opini buruk terhadap Erick.
Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat dijadikan pintu masuk untuk mendesak Presiden mencopot Erick.
Lawan politik akan melakukan tekanan melalui opini di media dan parlemen tentang kebobrokan dan benturan kepentingan Erick dalam mengelola perusahaan pelat merah di Indonesia.
Jika gagal melalui pintu reshuffle, rencana berikutnya adalah membentuk panitia khusus (pansus) dan panitia kerja (panja). Politisi akan membangun perlawanan di parlemen untuk mendesak Erick mundur karena dianggap telah melakukan tata kelola perusahaan yang tidak benar dalam investasi Telkom di GoTo.
Baca Juga: Meneropong Pilihan Cawapres Muhaimin di Kontestasi Pemilu 2024, Menteri Keuangan Mulai Dilirik
Jika tetap gagal menggergaji kursi jabatan Erick melalui jalur panja dan pansus, maka target minimal mereka adalah membentuk citra dan opini yang buruk terhadap Erick sebagai pejabat negara. Pembentukan opini buruk akan terus berlangsung hingga merusak kredibilitas dan akhirnya popularitas meredup.
“Telkom dan GoTo adalah perusahaan publik. Reputasi keduanya bisa berantakan kalau politisasi tidak segera dihentikan. Keduanya adalah perusahaan publik, sehingga apa pun keputusan investasi atau strategi bisnis sudah melalui banyak proses yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan,” pungkasnya.