Suara.com - Produk tembakau alternatif diklaim menjadi pilihan perokok dewasa di negara maju karena risiko yang lebih rendah dibanding rokok yang dibakar. Terbukanya akses informasi terkait produk alternatif dan dukungan regulasi di beberapa negara maju membuat perokok bisa lebih mudah beralih menggunakan cara alternatif.
Dengan kondisi tersebut diprediksi pasar tembakau alternatif pada tahun 2028 akan semakin melesat hingga mencapai USD147 miliar atau setara Rp2.146 triliun dengan kurs Rp14.600.
“Berbeda dengan rokok, produk tembakau yang dipanaskan tidak dikonsumsi dengan cara dibakar atau menghasilkan asap. Sehingga tidak ada zat karsinogen yang dihasilkan dari konsumsinya sebagaimana rokok,” papar Dusautoir R Zarcone dalam Journal of Hazardous Materials Volume 401 seperti dikutip Senin (13/6/2022).
Produk tembakau yang dipanaskan tercatat pertama kali dipasarkan di Jepang dan Italia pada 2014 dengan penerimaan yang relatif baik.
Baca Juga: Komnas Pengendalian Tembakau: Jika Masih Merokok, Generasi Emas Berubah Jadi Cemas
Sejak saat itu negara-negara maju lainnya juga mulai mengadopsi pendekatan pengurangan risiko ini dengan mengizinkan peredaran produk tembakau yang dipanaskan sebagai alternatif bagi perokok dewasa.
Para peneliti di King’s College London, Inggris pada 2021 yang meneliti secara kualitatif 30 mantan perokok yang kini mengonsumsi produk tembakau yang dipanaskan juga menjelaskan para pengguna produk mempercayai studi-studi yang mendukung pengurangan risiko dari produk tembakau yang dipanaskan.
Melansir riset Grand View Research, pada 2020 nilai pasar produk tembakau alternatif telah mencapai USD44,2 miliar (Rp642 triliun) dengan rokok elektrik menguasai 52,1 persen pasar atau setara USD23,02 miliar (Rp335 triliun). Sementara produk dengan pasar terbesar kedua berasal dari produk tembakau yang dipanaskan sebesar 28,07 persen atau setara USD12,41 miliar (Rp175 triliun).
Berkat pertumbuhan yang pesat tersebut, Grand View Research menaksir pada 2028 nilai pasar produk-produk tembakau alternatif bisa mencapai USD147,9 miliar (Rp2.146 triliun). Produk tembakau yang dipanaskan diprediksi akan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan tersebut.
Selain karena bukti-bukti ilmiah yang ada, penerimaan publik terhadap produk tembakau yang dipanaskan juga turut didukung oleh sejumlah regulasi khusus yang telah mengatur produk tersebut di banyak negara.
Baca Juga: Industri Tembakau RI Digempur Habis-habisan, Mulai dari Regulasi hingga Isu Lingkungan
"Termasuk juga izin edar dari otoritas-otoritas kesehatan yang membuat publik yakin atas keamanan konsumsi produk tembakau yang dipanaskan. Setelah Italia, Uni Eropa juga menerbitkan European Tobacco Products Directives pada 2016 yang mendorong implementasi regulasi di negara-negara anggotanya," tulis laporan tersebut.
Pascaterbitnya European Tobacco Product Directive, otoritas-otoritas kesehatan anggota Uni Eropa telah memberikan lampu hijau untuk memasarkan produk tembakau yang dipanaskan.
Negara-negara tersebut antara lain Prancis, Belgia, Luksemburg, Belanda, Portugal, Rumania, Swedia, Swiss, termasuk dari Britania Raya.
Tak hanya Eropa, Australia dan Selandia Baru telah memiliki regulasi atau mengizinkan peredaran produk tembakau yang dipanaskan serupa, termasuk Amerika Serikat (AS), di mana Food and Drugs Administration (FDA) yang selama ini dikenal sebagai pihak yang sangat keras terhadap produk-produk hasil tembakau juga telah merilis skema Premarket Tobacco Product Applications (PMTA) yang memungkinkan pabrikan produk-produk hasil tembakau memperoleh izin edar untuk memasarkan produknya, termasuk produk tembakau yang dipanaskan.