Panas Bumi Berperan Penting Bagi Program Dekarbonisasi untuk Dukung Energi Bersih

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 10 Juni 2022 | 14:23 WIB
Panas Bumi Berperan Penting Bagi Program Dekarbonisasi untuk Dukung Energi Bersih
Ilustrasi panas bumi.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Masa depan energi panas bumi di Indonesia cukup cerah di tengah transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT) yang masif saat ini. Sifat energi panas bumi yang bersih, aman dari sisi pasokan, dan harganya cukup terjangkau (affordable) menjadi salah satu alternatif terbaik bagi Indonesia.

“Indonesia juga dituntut untuk melakukan peralihan menuju energi bersih,” kata Rachmat Hidayat, Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), Jumat (10/6/2022).

Saat ini, Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi panas bumi di Indonesia mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, memanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat.

Rachmat menceritakan, Indonesia telah berpengalaman selama 39 tahun dalam pengembangan dan pengoperasian lapangan panas bumi, dimulai dengan PLTP Kamojang pada 1983.

“Panas bumi merupakan energi bersih yang sustainable apabila dilakukan manajemen reservoir dengan baik. Geothermal akan memegang peranan yang semakin penting bagi program dekarbonisasi untuk mendukung energi bersih,” kata Rachmat.

Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Perwakilan Industri, menambahkan Indonesia harus memaksimalkan pemanfaatan panas bumi untuk mencapai bauran energi 23 persen pada 2025, dan pada ujungnya Karbon Netral (Net Zero Emission) pada 2060. Dibandingkan dengan EBT yang lain, panas bumi memang memiliki banyak kelebihan.

“Salah satu yang utama adalah pasokannya stabil dan capacity factor-nya tinggi,” ujarnya.

Dengan sifat seperti itu, panas bumi berpotensi menjadi pembangkit beban dasar (base-load). Sampai saat ini, hanya pembangkit berbasis fosil yang menjadi pembangkit beban dasar, terutama PLTU yang berbahan bakar batu bara.

“Selain pasokan listriknya stabil, harganya termasuk murah,” kata Herman.

Baca Juga: Indonesia Butuh Investasi Rp 28.233 Triliun untuk Capai Transisi Energi Bersih 2060

Sementara itu, pembangkit EBT lain seperti air, tenaga surya, dan angin sangat bergantung pada cuaca.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI