Suara.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah menerima hasil pembahasan Panitia Kerja (Panja) Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Nasional, Panja Penerimaan, dan Panja Transfer ke Daerah Komisi XI DPR RI, yang akan digunakan oleh Pemerintah dalam penyusunan Rancangan APBN (RAPBN) Tahun Anggaran 2023.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI tentang Pengambilan Keputusan Mengenai Asumsi Dasar dalam Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2023, Rabu (8/6/2022).
“Kami menerima range yang sudah ditetapkan (oleh Panja), dan ini akan menjadi bekal kami untuk menetapkan titik nanti pada saat menyusun RAPBN 2023,” kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyampaikan bahwa pada sisi target pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga, hasil pembahasan Panja menunjukkan adanya optimisme pada tahun 2023 momentum pemulihan ekonomi akan tetap bisa berjalan.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Potensi Krisis Saat Ini Incar Korporasi dan Lembaga Keuangan
Kendati demikian, ia juga mengingatkan munculnya risiko baru yang berkaitan dengan dinamika kondisi global.
“Pertemuan kami di Islamic Development Bank memang pembahasan mengenai risiko global itu dirasakan betul dan menjadi bahan pembahasan Roundtable Governors Discussion, di mana kita membahas mengenai munculnya risiko, terutama dari sisi kenaikan inflasi karena harga-harga energi dan pangan yang akan menyebabkan pengetatan dari moneter,” ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan bahwa isu inflasi dan dinamika dunia ini diprediksi akan terus diperbincangkan di forum-forum ekonomi dan keuangan global. Dia mengatakan bahwa para peserta forum sependapat bahwa kontribusi sisi produksi atau supply pada inflasi dunia saat ini lebih dominan dibandingkan kontribusi dari sisi demand atau permintaan.
“Implikasi kebijakannya adalah bahwa kalau kebijakan makro yaitu fiskal dan moneter terlalu cepat atau ketat yang tujuannya akan lebih cepat mempengaruhi sisi demand, sebetulnya tidak menyelesaikan masalah sisi supply-nya. Karena persoalan awalnya adalah dari sisi supply yaitu produksinya terkena disrupsi akibat perang maupun karena pandemi,” kata Sri Mulyani.
Sehingga, menurutnya dinamika antara demand dan supply, serta instrumen yang dianggap paling tepat untuk bisa menyelesaikan potensi kemungkinan terjadinya stagflasi tanpa menimbulkan risiko ekonomi yang sangat besar akan terus menjadi pembahasan di level global hingga tahun 2023.
Baca Juga: Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa Minta Tambahan Anggaran Rp32 Triliun pada 2023
“Nah, inilah yang mungkin kita perlu di Komisi XI, (bersama) kami tentu saja sebagai pengelola fiskal, dan Bank Indonesia di dalam moneter akan terus melakukan rekalibrasi dan melihat data-data yang akan memberikan guidance ke kita dalam melakukan adjustment untuk menjaga keseimbangan antara stabilisasi yaitu inflasi yang diharapkan relatif rendah dan stabil dengan growth yang kita harapkan akan terus tumbuh tinggi,” pungkasnya.