Suara.com - Belakangan, harga tiket pesawat terus meroket hingga membebani masyarakat. Berkaitan dengan ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, masalah ini tidak akan selesai jika hanya satu pihak saja yang bergerak.
"Berkaitan dengan tiket pesawat, memang ada satu hal yang mesti kita selesaikan bersama. Mungkin kita hanya menetapkan sesuatu saja (aturan fuel surcharge)," kata Budi Karya usai Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI, Selasa (7/6/2022).
Tiket pesawat mahal disebabkan sejumlah faktor, seperti jumlah armada dan harga avtur yang naik. Kementerian Perhubungan menurutnya memiliki solusi jangka pendek dengan peningkatan okupansi.
Ia menyebut, saat tingkat okupansi pesawat di bawah 50 persen, penerbangan suatu maskapai dianggap rugi sehingga mau tidak mau maskapai harus menaikkan harga tiket agar tidak rugi.
"Katakanlah okupansi di bawah 50%, dengan di bawah 50% maka perusahaan penerbangan itu rugi. Karenanya kita bekerja sama dengan Pemerintah Daerah untuk memberikan suatu seperti sharing block seat (memesan bangku pesawat), sehingga minimal penjualan (okupansi) itu bisa di atas 60%," kata dia.
Jika okupansi berada lebih dari 60 persen, Menhub menyebut, tarif yang lebih murah bisa diberlakukan.
"Jadi kita upayakan seperti beberapa tempat seperti di Toraja, Silampari, kita kumpulkan itu Bupati bicara tentang menanggung block seat, yang dipakai oleh pegawai pemda atau relasi," katanya.
Tidak hanya itu, Kementerian Perhubungan juga berharap penambahan armada pesawat agar mendorong penurunan harga tiket.
"Kita sih tentu mendorong dan berharap agar pesawat bertambah sehingga masyarakat terlayani dengan baik. dan efeknya kepada harga tiket juga diupayakan bisa jadi lebih baik," kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati.
Baca Juga: Mobil Listrik Swakemudi Diuji Coba di BSD City
Kemenhub bahkan menjanjikan kemudahan izin dan audit armada pesawat baru bagi maskapai. Namun, keuangan yang belum stabil akibat wabah COVID-19 disebut-sebut jadi faktor lain maskapai enggan menambah armada.