Suara.com - Kebijakan PLN yang membatasi pemnafaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap 10 sampai 15 persen dari kapasitas dinilai tidak menarik dari sisi keekonomian.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengemukakan, kebijakan tersebut bisa membuat minat masyarakat untuk memasang PLTS atap turun.
"Tindakan PLN membatasi 10-15 persen kapasitas PLTS membuat keekonomian PLTS jadi rendah dan tidak menarik. Minat masyarakat memasang PLTS atap menjadi turun," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa seperti dikutip Antara, Senin (6/6/2022).
Ia mengatakan untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, Indonesia perlu menambah 14 gigawatt pembangkit energi bersih sebagai salah satu langkah konkret menurunkan emisi karbon.
Baca Juga: Kebijakan PLN Batasi PLTS Atap Dinilai Keliru, Hambat Transisi ke Energi Bersih
Apabila melihat dokumen RUPTL PLN, Fabian mengemukakan, Indonesia hanya akan membangun 10,9 gigawatt pembangkit energi terbarukan hingga tahun 2025. Dengan demikian, lanjut Fabby, masih ada kekurangan tiga sampai empat gigawatt untuk mencapai bauran 23 persen.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan tersebut menggantikan Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018.
Meski aturan tersebut menyatakan kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, namun realisasinya pelaku industri masih belum bisa memasang pembangkit listrik matahari dan hanya terbatas sampai 15 persen.
Sementara itu, Sales Engineer ATW Solar Tungky Ari mengatakan, kebijakan tersebut bertolak belakang dengan peraturan ESDM yang menetapkan kapasitas maksimal sistem PLTS atap adalah 100 persen.
Dalam kajian terbaru Trend Asia, organisasi sipil yang fokus pada isu lingkungan, mengemukakan, dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir penambahan kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan di Indonesia hanya 0,8 persen per tahun.
Baca Juga: Riau Bakal Punya PLTS Terbesar di Dunia, Nilainya Capai Rp71,8 Triliun
Peneliti Trend Asia Andri Prasetyo mengatakan, dengan sisa waktu yang ada dan upaya penambahan target bauran energi terbarukan yang belum berjalan maksimal, maka Permen ESDM tentang PLTS atap diharapkan dapat menggenjot capaian bauran energi dalam beberapa tahun ke depan melalui strategi pelibatan banyak pihak.
Meski begitu,Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan persentase yang layak untuk kapasitas terpasang PLTS atap dan membuat pedoman yang lebih jelas. (Antara)