Suara.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) memberikan klarifikasi terkait adanya dugaan 12 ribu sertifikat tanah milik masyarakat hasil program pendaftaran tanah sistem lengkap (PTSL) di Sumatra Utara yang disalurkan kepada penerima fiktif.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian ATR/BPN, Sunraizal mengkoreksi pernyataan tersebut. Menurutnya, yang benar adalah sertifikat tersebut belum diserahkan.
"12.985 ini belum diserahkan. Inilah yang kemarin kita beda bahasa," tutur Sunraizal dalam Konferensi Pers secara virtual pada Jumat, (3/6/2022).
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan ribuan sertifikat itu belum diserahkan kepada masyarakat. Beberapa diantaranya adalah lantaran ada sebagian data yang menjadi sumber penerbitan sertifikat belum diserahkan oleh pemohon.
Baca Juga: Bongkar Kasus Mafia Tanah, Kejati Sumut Geledah Kantor BPN Sumut dan Langkat
"Kemudian hal lainnya seperti pemiliknya ada di luar Deli Serdang sehingga sulit untuk menghubungi yang bersangkutan," imbuhnya.
Selain itu, ada juga yang sertifikatnya tinggal dibagikan, namun orangnya tidak ada. Alasan lainnya, karena ada warga yang enggan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan memang tidak mau mengikuti program PTSL.
Diektahui, adanya dugaan 12 ribu sertifikat tanah milik masyarakat hasil program PTSL di Sumur yang disalurkan kepada penerima fiktif awalnya diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang.
Junimart menyebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tengah menyelidiki kasus tersebut. Bahkan, dalam waktu dekat ini BPKP akan melakukan audit implementasi.
Disinggung hal ini, Sunraizal tak membantahnya. Namun, kata dia, audit yang dilakukan adalah untuk program nasional di 33 provinsi. Kebetulan, surat tugas yang sudah terbit ada di 11 provinsi.
Baca Juga: Dianggap Melanggar, DPR Minta Kepala Desa yang Deklarasi Jokowi 3 Periode Diberi Sanksi
Sementara terkait jenis audit apa yang akan dilakukan oleh BPKP, Sunraizal mengaku belum mengetahuinya. Dia hanya menyebut bahwa ada tiga audit yang bisa dilakukan oleh BPKP yakni audit keuangan, audit implementasi dan audit tertentu.
"Kalau implementasi bukan audit untuk menghitung kerugian negara. Karena biasanya untuk menghitung kerugian negara itu audit tujuan tertentu. Untuk ini, kami sebenarnya masih meraba-raba juga," pungkasnya.