Suara.com - Korupsi menjadi penyakit paling gawat di tanah air. Koruptor paling besar di Indonesia bahkan bisa merugikan negara hingga puluhan triliun.
Kasus korupsi terbesar itu tercatat terjadi di PT Asuransi Sosial Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) terkait pengelolaan dana investasi pada periode 2012-2o19. Nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 22,7 triliun. Saat ini pengusutan kasus masih terus berjalan.
Ada delapan orang ditetapkan sebagai tersangka koruptor paling besar di Indonesia ini, antara lain Direktur Utama PT Asabri 2011-2016, Mayjen TNI (Purn) Adam R. Damiri; Direktur Utama PT Asabri periode 2016-2020, Letjen TNI (Purn) Sonny Widjaja; Direktur Keuangan PT Asabri periode 2008-2014, Bachtiar Effendi; Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2013-2019, Hari Setianto; Kepala Divisi Investasi PT Asabri periode Juli 2012-Januari 2017, Ilham W Siregar; Direktur Utama PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro; dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat.
Kasus korupsi PT Asabri dimulai ketika para pejabat perusahaan bersepakat melakukan investasi ilegal dengan memanfaatkan dana pensiun perusahaan.
Baca Juga: Legislator PKS: Indonesia Bebas PMK Saat Era Soeharto, Sekarang Muncul Lagi di Era Jokowi
Dana itu sebenarnya adalah hak para nasabah yang terdiri dari anggota TNI, Polri, dan ASN yang bekerja di Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Dana yang dimanfaatkan untuk investasi ilegal berasal dari tabungan hari tua dan akumulasi iuran pensiun.
Pemberitaan terakhir, menyebutkan lima orang terdakwa perkara dugaan korupsi pengelolaan dana PT Asabri dituntut 10 hingga 15 tahun penjara. Empat orang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dari Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan satu orang dinyatakan terbukti melakukan korupsi berdasarkan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan tindak pidana pencucian uang dari pasal 3 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pertama adalah Adam Rachmat Damiri yang dituntut hukuman 10 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Selanjutnya, Bachtiar Effendi dituntut 12 tahun penjara, ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Lukman Purnomosidi dituntut 13 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Hari Setianto dituntut 14 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terakhir Terakhir Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation, Jimmy Sutopo yang sebelumnya tidak ada dalam daftar tersangka dituntut 15 tahun penjara ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca Juga: 6 Momen Kezia Toemion Liburan Mewah di Swiss, Dinner Romantis Rayakan Ulang Tahun Suami
Dua orang terdakwa lain dalam perkara ini telah menjalani sidang pembacaan tuntutan yaitu Sonny Widjaja yang dituntut 10 tahun penjara, ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan dan hukuman uang pengganti sebesar Rp 64,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
Sementara itu, keputusan terhadap Heru Hidayat masih belum mencapai final. Satu tersangka lain, Ilham W. Siregar diketahui wafat pada Agustus 2021 lalu.
Namun begitu, berdasarkan berbagai sumber, dugaan kasus korupsi yang menyeret nama mantan Presiden Soeharto tak pernah habis dibahas.
Melansir berbagai sumber, ayah dari Tommy Soeharto itu diperkirakan melakukan korupsi hingga 15 miliar hingga 35 miliar dolar AS, atau sekira Rp500 triliun meski hal ini belum dibuktikan secara hukum.
Namun demikian, majahal Time yang mengusut dugaan korupsi ini justru digugat Soeharto hingga kalah di pengadilan hingga dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp1 Triliun. Belakangan, putusan ganti rugi ini dibatalkan dalam putusan kasasi di Mahkamah Agung.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni