Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, defisit anggaran tahun 2023 tidak akan menghambat peranan belanja negara dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Kami ingin tegaskan bahwa pemerintah tetap menjaga kualitas belanja sebagai trigger mengakselerasi transformasi ekonomi 2023 meski dengan besaran defisit yang lebih rendah," katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Hal ini disampaikan seiring dengan komitmen pemerintah yang tetap menjaga kualitas belanja untuk mencapai transformasi ekonomi pada 2023 meski defisit anggaran dipatok lebih rendah dibandingkan tahun ini.
Pada 2022, defisit anggaran akan diturunkan ke level antara 2,61 persen sampai 2,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) seiring kebijakan pemerintah terkait konsolidasi fiskal 2023.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Didemo Karena Pecat Pegawai Disabilitas Saat Sakit
Sedangkan belanja negara pada 2023 diproyeksikan mencapai 13,8 persen sampai 14,6 persen dari PDB yang diarahkan untuk menghasilkan output atau outcome berkualitas.
Belanja negara 2023 juga dilakukan agar memberi manfaat yang nyata bagi masyarakat dan perekonomian serta dapat mendorong kondisi ke arah yang lebih baik.
Sejalan dengan hal tersebut, maka penguatan spending better secara konsisten akan dilakukan oleh pemerintah melalui penerapan zero based budgeting yang berorientasi pada sasaran dan target pembangunan nasional.
Belanja negara diarahkan mendorong pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli masyarakat.
Dengan demikian, kebijakan belanja negara difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan implementasi reformasi birokrasi, mendukung revitalisasi industri dan pembangunan ekonomi hijau.
Baca Juga: Kenapa Kenaikan Harga Komoditas Ancam Pemulihan Ekonomi, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Sejalan dengan hal tersebut maka utang yang sebagai instrumen fiskal untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan akan tetap dikelola secara prudent dan sustainable.
Mitigasi risiko utang dilakukan dengan menjaga rasio utang dalam batas terkendali, menerbitkan utang secara oportunistik, hati-hati serta mendalami pasar agar cost of fund semakin efisien untuk mengurangi beban utang APBN.
Pemerintah juga terus mendorong pembiayaan inovatif dengan memberdayakan peran swasta, BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU).