Penyebab Harga Telur hingga Daging Naik Belakangan Ini, Waspada Berlangsung Lama

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 31 Mei 2022 | 13:00 WIB
Penyebab Harga Telur hingga Daging Naik Belakangan Ini, Waspada Berlangsung Lama
Perempuan membeli telur ayam di Pasar Beringharjo, Ngupasan, Gondomanan, Kota Jogja pada Senin (27/12/2021). (SuaraJogja.id/Rahmat Jiwandono)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan, penelitian terkini menyebut, Indonesia tengah dilanda kenaikan harga komoditas sektor pangan.

Hal ini disebabkan sejumlah faktor, diantaranya Indonesia masih dalam kondisi pasca pandemi COVID-19 sehingga ekonomi belum sepenuhnya tumbuh. Fenomena ini turut berdampak pada harga pangan.

Dijelaskan oleh Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Adinova Fauri, krisis yang disebabkan wabah COVID-19 beberapa tahun belakangan mirip dengan krisis yang sudah terjadi sebelumnya.

"Namun, yang membedakan adalah rebound harga komoditas pada krisis Covid-19 lebih cepat," ujar Adinova saat Media Briefing: Ancaman Kenaikan Harga Pangan di Indonesia, dikutip pada Selasa (31/5/2022).

Baca Juga: Catat! 5 Hal yang Harus Diperhatikan saat Memilih Kos untuk Mahasiswa

Selanjutnya, konflik Rusia dan Ukraina juga membuat rantai produksi dan distribusi pangan di sejumlah negara terhambat dan membuat harga komoditas tertentu melonjak.

Kedua negara yang tengah berperang itu memang merupakan negara-negara produsen komoditas pangan, terutama gandum dan banyak lainnya.

Dampaknya, pemerintah di negara-negara tersebut memutuskan untuk mengambil jalan restriksi ekspor komoditas untuk menjaga pasokan dalam negeri. Hal ini memicu kebijakan banyak negara. Adinova mencontohkan, situasi tersebut dapat terlihat di negara Asia Selatan, India.

"India melarang ekspor gandum. Itu karena untuk menjaga kebutuhan negaranya. Sama seperti Indonesia yang melarang ekspor CPO untuk pemenuhan dalam negeri," jelas dia, dikutip dari Warta Ekonomi.

Faktor terakhir, perubahan iklim membuat ekanan suplai agrikultur secara global lebih besar, karena cuaca ekstrem berpotensi menurunkan yield atau imbal hasil dari komoditas.

Baca Juga: Belasan Orang Positif Covid-19 Masih Dirawat Di RSDC Wisma Atlet Kemayoran

Dalam kesempatan itu, peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan juga menjelaskan, kebijakan stimulus moneter dan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia kini condong semakin menekan arah inflasi hingga berdampak pada kenaikan harga.

"Guna menghindari terjadinya peralihan modal atau capital fight yang bisa berdampak pada depresiasi nilai tukar dan juga menambah tekanan terhadap inflasi, khususnya yang berasal dari barang impor," tuturnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI