Peluang Industri Asuransi dan Dana Pensiun di Indonesia Masih Terbuka Lebar

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 31 Mei 2022 | 08:46 WIB
Peluang Industri Asuransi dan Dana Pensiun di Indonesia Masih Terbuka Lebar
Menko Airlangga Hartarto di IFG International Conference 2022.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia sejatinya memiliki potensi perekonomian yang cukup besar seiring dengan jumlah populasi penduduk yang besar dan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nominal yang cukup tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Namun, sektor jasa keuangan non bank di Indonesia terbilang masih kurang berkembang salah satunya terlihat pada kontribusi industri asuransi dan dana pensiun terhadap perekonomian terbilang sangat rendah.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa sebetulnya peluang untuk mengembangkan industri tersebut masih sangat terbuka lebar. Sehingga diperlukan adanya upaya untuk mempercepat akselerasi pemanfaatan potensi tersebut melalui pemanfaatan teknologi digital.

Demikian dikatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pidato sambutannya di acara IFG International Conference 2022 yang berlangsung secara hybrid di Jakarta.

Baca Juga: IFG Ditunjuk Kelola Dana Pensiun Perusahaan BUMN

Menurut Airlangga, total industri asuransi dan dana pensiun di Indonesia pada 2020 masih kurang dari 20% dari PDB. Indonesia relatif masih tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura, yang industri asuransi dan dana pensiunnya masing-masing menyumbang 60-85% dari PDB.

“Di era digitalisasi, dan dengan perubahan momentum dan lanskap selama pandemi Covid-19, Indonesia diharapkan dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk mengoptimalkan peran industri asuransi dan dana pensiun. Ditambah, ruang tumbuh untuk industri asuransi dan dana pensiun terbilang masih cukup besar. Kami berharap setidaknya bisa mencapai target seperti apa yang sudah dicapai Malaysia,” tutur Airlangga ditulis Selasa (31/5/2022).

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menambahkan, pembahasan mengenai isu-isu industri asuransi dan dana pensiun sangat relevan di masa sekarang, terlebih dengan adanya pandemi Covid-19.

Selain itu, seiring dengan adanya disrupsi teknologi di masa digitalisasi saat ini, dibutuhkan adanya upaya desain ulang industri keuangan Indonesia. Upaya tersebut dapat melalui beberapa cara yakni, pertama, meningkatkan akses keuangan inklusif sesuai kebutuhan masyarakat melalui teknologi digital.

Kedua, pengoptimalan investasi di sektor asuransi dan dana pensiun sebagai sumber pembiayaan jangka panjang yang potensial. Ketiga, meningkatkan daya saing dan efisiensi keuangan melalui inovasi. Keempat, pengembangan industri dan penguatan kebijakan Keuangan dan yangterakhir, meningkatkan perlindungan konsumen di sektor keuangan agar terciptanya ekosistem yang sehat guna meningkatkan investasi di pasar keuangan Indonesia.

Baca Juga: Ketahui Perbedaan Antara Asuransi Mobil All Risk dan TLO (Total Loss Only)

“Peran Indonesia Financial Group (IFG) sangat strategis. Oleh karena itu, IFG diharapkan dapat mendukung upaya pengoptimalan investasi jangka panjang di sektor asuransi dan dana pensiun yang merupakan sumber pembiayaan pembangunan yang potensial,” ujarnya.

Wakil Menteri BUMN II, Kartiko Wirjoatmodjo, mendukung pernyataan Sri Mulyani Indrawati. Menurut Kartika, industri perbankan dan non-bank memiliki kinerja yang sangat baik. Untuk mendorong tumbuhnya industri keuangan non-bank, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan literasi keuangan sektor asuransi dan dana pensiun. Literasi keuangan yang rendah membuat masyarakat kurang sadar terutama dalam mempersiapkan dana pensiun.

Dalam sesi pertama konferensi, Ranjit Singh, Assistant Director of Monetary and Capital Market, International Monetary Fund (IMF), mengatakan, risiko dari perlambatan pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih tinggi seiring dengan meningkatnya sejumlah harga komoditas.

Situasi tersebut diperburuk oleh gejolak geopolitik yang melibatkan Rusia dan Ukraina. Investor diharapkan perlu mempertimbangkan dampak inflasi global, kenaikan suku bunga, dan perlambatan ekonomi yang terjadi di China dalam membuat keputusan investasinya.

“Bank sentral perlu bertindak tegas untuk mencegah tekanan inflasi kian dalam dan menghindari ekspektasi kenaikan inflasi yang tidak terkendali, sembari menghindari pengetatan kondisi keuangan yang tidak pasti yang akan berisiko pada terganggunya pemulihan ekonomi pasca pandemi,” katanya.

Terkait penyelenggaraan IFG Conference 2022 di hari pertama, Senior Executive Vice President (SEVP) IFG Progress, Reza Y. Siregar, mengatakan, sebagai lembaga “think-tank” IFG holding, IFG Progress berkomitmen untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran yang progresif melalui produk-produk riset yang mengulas isu-isu terkemuka di industri jasa keuangan dan sekaligus menjadi wadah forum diskusi berbagai stakeholders di industri keuangan.

Ke depannya, IFG Progress diharapkan dapat memberikan inovasi dalam memajukan industri jasa keuangan Indonesia, khususnya industri jasa keuangan non-bank.

“Penyelenggaraan IFG International Conference 2022 merupakan bentuk komitmen IFG Progress untuk mewadahi kegiatan diskusi tingkat internasional dengan melibatkan stakeholders penting di industri jasa keuangan, yang sejalan dengan visi dan misi IFG Progress,” kata Reza.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI