Suara.com - Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Sri Meliyana mengatakan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah pada kisaran 5,3-5,9 persen pada tahun 2023 dinilai berlebihan.
"Dengan kata lain, angka tersebut mencerminkan percaya diri yang berlebihan pula. Padahal, pemerintah harusnya bercermin dulu pada capaian angka pertumbuhan tahun lalu," kata Meliyana saat membacakan pandangan fraksi dalam rapat paripurna DPR atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2023, Selasa (24/5/2022).
Dikatakan, tahun 2023 masih penuh dengan ketidakpastian akibat inflasi global dan perang Rusia-Ukraina.
"Kami berpandangan bahwa target tersebut mencerminkan rasa percaya diri yang relatif berlebihan, mengingat tahun 2022 sebagai baseline RAPBN 2023 masih dipenuhi ketidakpastian akibat melonjaknya angka inflasi global, pengetatan moneter oleh bank sentral AS, dan belum redanya tensi geopolitik akibat konflik Rusia dan Ukraina," kata Meliyana.
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Sebut Ekonomi Kuartal I 2022 Tumbuh Merata di Seluruh Indonesia
Ia menambahkan kondisi perekonomian global telah mendorong International Monetery Fund menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2022 dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen, dengan inflasi yang diperkirakan meningkat dari 3,9 persen menjadi 5,7 persen untuk kelompok negara maju, dan dari 5,9 persen menjadi 8,7 persen untuk kelompok negara berkembang.
Sementara di dalam negeri sendiri, kata Meliana, pemulihan ekonominya masih belum stabil. Secara tahunan memang sudah menunjukkan tren pemulihan. Namun, secara kuartalan masih mengalami tren penurunan.
"BPS mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2021 mencapai 3,31 persen (qtq), lalu pada kuartal III-2021 menurun menjadi 1,55 persen (qtq), pada kuartal IV-2021 memperdalam penurunan menjadi 1,06 persen, dan kuartal I-2022 terbenam menjadi -0,96 persen (qtq)," urai Anggota Banggar DPR RI ini.
Menurut fraksinya, Partai Gerindra, kontraksi ekonomi pada kuartal I-2022 tidak bisa dilepaskan dari menurunnya konsumsi Pemerintah sebesar -7,74 persen (yoy).
Hal ini patut disayangkan, saat komponen PDB lainnya mencatatkan pertumbuhan positif, konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi, sehingga kurang optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Sumsel Sepekan, Apriyadi Terima SK Plh Bupati Muba dan 4 Berita Sumsel Lainnya
"Menurut catatan BPS, pada kuartal I-2019 ekonomi terkontraksi -0,52 persen (qtq), kuartal I-2020 terkontraksi -2,41 persen (qtq), kuartal I-2021 terkontraksi -0,94 perseb (qtq), dan kuartal I-2022 terkontraksi -0,96 persen (qtq)," kata Meliyana.