Suara.com - PT Pertamina (Persero) dinilai sudah menjalankan tugas pengadaan dan pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) Subsidi dan Penugasan dengan baik di tengah melonjaknya harga minyak dunia, namun harga BBM nonsubsidi, yaitu Solar dan Pertalite, ditahan tidak ada kenaikan.
Bahkan di saat peningkatan permintaan Solar dan Pertalite pada masa mudik Lebaran, Komisi Energi (VII) Dewan Perwakilan Rakyat menilai Pertamina bisa mengantisipasinya.
Dyah Roro Esti Widya Putri, Anggota Komisi Energi DPR dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan untuk mengadakan stok BBM tidak mudah dan butuh pendanaan tidak sedikit. Apalagi penyediaan cadangan minyak dan gas nasional sejatinya adalah tanggungjawab negara bukan beban badan usaha.
“Apa yang dilakukan Pertamina menjaga stok BBM nasional, itu harus diapresiasi, tapi perlu diperhatikan kondisi finansial secara keseluruhan,” ujar Dyah Roro dalam diskusi bersama media secara virtua, ditulis Senin (23/5/2022).
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Melonjak, Jokowi: Pemerintah Berupaya Harga Pertalite Tidak Naik
Menurut Dyah Roro, menjaga cadangan migas agar sesuai demand masyarakat sangat penting. Saat ini cadangan migas Indonesia adalah 23 hari, masih di bawah sejumlah negara seperti China atau Amerika Serikat yang sudah di atas 50 hari. Dalam bauran energi nasional, kontribusi minyak juga masih tinggi, yakni 31,2% dan gas 19,3%.
“Ingat juga ketergantungan kita tinggi maka ketersediaan migas perlu diamati jangan sampai ada kelangkaan yang menimbulkan multiplier effect yang dampaknya dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Komisi Energi DPR, lanjut Dyah Roro, sempat mengadakan rapat dengan manajemen Pertamina untuk membahas stok BBM jelang arus mudik dan arus balik Lebaran 2022.
Apalagi pada saat kondisi Lebaran saat mobilitas masyarakat meningkat, jangan sampai berdampak pada ketersediaan dan stok BBM khususnya Solar dan Pertalite.
Seperti diketahui, Solar masuk dalam kategori BBM tertentu yang disubsidi pemerintah, sedangkan Pertalite per 10 Maret 2022 ditetapkan sebagai Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) sehingga Pertamina berhak mendapatkan kompensasi untuk pengadaan dan distribusinya.
Baca Juga: Jokowi Bandingkan Harga Pertalite Dengan BBM Luar Negeri yang Mencapai Rp 32 Ribu
“Alhamdulillah, kami melihat Pertamina sudah mengantisipasi stok BBM di SPBU. Setiap kategori BBM termonitor per hari. Mereka (Pertamina) ada sistem online yang memonitor,” katanya.
Menurut Dyah Roro, sudah sewajarnya Pertamina sebagai kepanjangan tangan pemerintah berperan dalam menyediakan dan mendistribusikan BBM subsidi dan penugasan dengan harga terjangkau sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
Setelah itu, pemerintah berperan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan Pertamina sehingga tidak ada beban ekstra yang ditanggung badan usaha.
Pemerintah sebenarnya juga mengakui Pertamina sudah terjerembab dalam jurang kerugian dengan menjual BBM dengan harga seperti sekarang. Untuk itu pembayaran kompensasi bisa jadi angin segar bagi keuangan Pertamina.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan harga keekonomian keekonomian BBM dan LPG naik tajam sejalan dengan ICP yang bertengger di atas US$ 100 per barel. Dengan demikian harga keekonomian Minyak Tanah berubah menjadi Rp 10.198 per liter, Solar menjadi Rp 12.119 per liter, gas LPG Rp 19.579 per kilogram, dan Pertalite Rp 12.665 per liter.
Dengan perubahan tersebut, lanjut Sri Mulyani, arus kas Pertamina sejak awal tahun ini manjadi negatif karena harus menanggung selisih antara harga jual eceran dan harga keekonomian dengan harga ICP di atas US$ 100 per barel. Apalagi Pertamina harus mengimpor BBM dengan kurs dolar AS sehingga ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan turun.
Asumsi makro dalam APBN 2022 pun berubah seiring peningkatan ICP sehingga pemerintah mengajukan tambahan subsidi energi sebesar Rp74,9 triliun, Rp71,8 triliun di antarnya untuk BBM dan LPG. Untuk kompensasi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp324,5 triliun.
Ini terdiri atas tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp 216,1 triliun yang terdiri dari kompensasi BBM sebesar Rp 194,7 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 21,4 triliun. Selain itu, ada juga kurang bayar kompensasi hingga 2021 sebesar Rp 108,4 triliun yang terdiri atas kompensasi untuk BBM sebesar Rp 83,8 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp 24,6 triliun.