Suara.com - Rakyat Filipina pasti mengenal profil Ferdinand Marcos sang presiden diktator. Mantan koruptor kini anaknya hampir jadi presiden.
Sang Putra Ferdinand Marcos Jr. menyebutkan keterpilihan dirinya sebagai presiden dan akan menjadi suksesor sang ayah. Marcos Jr. Atau yang akrab disapa Bongbong ini menang telak dalam pemilu Senin, 9 Mei 2022 lalu.
Keadaan ini berbalik dari pemilu sebelumnya pada 2016 mengingat Marcos Jr. kalah dalam pemilihan wakil presiden melawan Leni Robredo.
Enam tahun kemudian kampanyenya yang berjanji meningkatkan lapangan pekerjaan dan mengatasi kenaikan harga terbukti menarik simpati rakyat Filipina.
Padahal sebelumnya, pada 1986 gerakan rakyat sipil berupaya keras menurunkan rezim Ferrdinand Marcos. Gerakan rakyat itu dilatarbelakangi tidak adanya lagi rasa percaya terhadap presiden. Terlebih setelah peristiwa penembakan Benigno Aquino Jr setelah kembali dari pengasingan di Amerika Serikat.
Gerakan penggulingan Ferdinand Marcos kemudian terjadi di bawah pimpinan Corazon Aquino, istri Benigno. Bertahun kemudian, klan ini berusaha mengembalikan kekayaan dan menguasai kembali kursi kepresidenan Filipina.
Ferdinand Marcos merupakan presiden kesepuluh Filipina yang menjabat selama 21 tahun sejak 30 Desember 1965 sampai 25 Februari 1986. Kekuasaan Marcos mirip dengan rezim Soeharto di Indonesia. Sebelumnya Marcos terlibat dalam Perang Dunia II dan membantu Filipina melawan Jepang.
Setelah masa perang berakhir, Ferdinand Marcos bergabung dengan Partai Nacionalista, bersama dengan Fernando Lopez sebagai calon wakil presiden keduanya mengalahkan Diosdado Macapagal dalam pemilu 1965.
Saat terpilih pada masa jabatannya yang kedua pada 1972 Ferdinand Marcos mendirikan rezim otoriter yang memperbolehkannya berkuasa secara tetap. Aturan itu kemudian dihapus pada 1981. Namun, penghapusan rezim otoriter tak berarti banyak.
Marcos tetap dilantik dengan memanfaatkan hukum darurat militer demi menentang oposisi. Pelantikan ini diwarnai dengan banyak pelanggaran HAM, masalah kesehatan, dan korupsi di berbagai lini pemerintahan. Kepercayaan publik terhadap presiden mulai hilang di masa ini.