Suara.com - Alasan PT Pertamina (Persero) tidak ingin beli minyak mentah dari Rusia diungkapkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (Wamen BUMN), Pahala Nugraha Mansury, karena sulitnya izin dan pembayaran yang ditawarkan.
"Saya rasa pembelian (minyak mentah) ke Rusia ada berbagai kesulitan logistiknya, ada kesulitan pembayarannya. Jadi ini tentu harus dilihat secara keseluruhan," kata Pahala usai Apresiasi Mitra BUMN Champion 2022 di Graha Pertamina, Jakarta, Senin (9/5/2022).
Tidak hanya itu, Indonesia juga memperhatikan berbagai faktor dalam pembelian ini. Tidak hanya berlaku bagi produk minyak, Pertamina juga mempertimbangkan pembelian berbagai pembelian dari Rusia.
Namun demikian, Pjs Vice President Corporate Communication Pertamina, Heppy Wulansari menuturkan, Pertamina belum tentu membatalkan transaksi dengan Rusia, hanya saja kerja sama memang belum menemukan titik temu.
Baca Juga: Ngeri! Dubes Rusia Disiram Cairan Merah Darah Di Polandia
Ia sendiri menyebut, meski dengan potensi negosiasi yang masih berlanjut, Indonesia kemungkinan kecil untuk mengimpor minyak dari Rusia karena kebutuhan dalam negeri masih bisa terpenuhi.
Dikabarkan sebelumnya, Rusia yang mulai menawarkan minyak mentah dengan harga di bawah pasaran menarik minat Pertamina menyusul aksi yang dilakukan India dan China.
Hal ini dibenarkan Dirut PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina, Alfian Nasution yang menyebut, pembelian minyak mentah dari Rusia minimal 100 barel per hari.
Bahkan sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati memastikan, minyak mentah dari Rusia akan diolah di Kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat usai adanya perbaikan (revamping).
"Di tengah situasi geopolitik kita melihat ada opportunity untuk membeli minyak Rusia dengan harga yang baik. Pak Taufik (Dirut PT KPI) sudah approach," kata Nicke dalam RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3/2021) lalu.
Baca Juga: Elon Musk Bercuit Kemungkinan Dia Mati Misterius, Dapat Ancaman?
Nicke menambahkan, Pertamina sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia terkait rencana pembelian minyak tersebut, terlebih dengan adanya situasi politik yang panas di Eropa.