Suara.com - Bank Mandiri melihat aktivitas-aktivitas ekonomi di bulan ramadan dan Idul Fitri tahun ini turut memberikan dampak bagi perekonomian. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ikut tergerak dengan banyak aktivitas jual beli pada momen tersebut.
"Merujuk pada perhitungan Tim Riset Bank Mandiri, transaksi di sepanjang Bulan Ramadhan dan Idul Fitri akan mendorong kenaikan PDB Nasional sebesar 0,14%. Perbaikan ini juga akan merata ke semua daerah," ujar Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro dalam keterangan yang ditulis Senin (9/5/2022).
Dia memaparkan, aktivitas di momen tersebut juga membuat perekonomian daerah ikut tergerak dan mulai ke arah perbaikan. Perbaikan ini juga dipicu oleh pembangunan infrastruktur yang masif di berbagai wilayah Indonesia.
Peningkatan ekonomi ini dapat tercermin dari frekuensi dan nominal transaksi belanja masyarakat yang mencirikan peningkatan sejak bulan Maret 2021. Merujuk pada data historis Mandiri Spending Index (MSI), kegiatan belanja beranjak naik pasca Pemerintah berhasil menurunkan tingkat kasus Covid-19, yang dilanjutkan dengan kebijakan pelonggaran mobilitas pada pertengahan tahun 2021.
Baca Juga: Pengamat Ungkap Dampak Negatif THR: Nilai Uang Turun dan Harga Kebutuhan Naik
Tim Ekonom Bank Mandiri sendiri memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bertengger di kisaran 5,17%, yang dimulai dengan proyeksi capaian 4,95% laju kenaikan PDB pada triwulan I-2022.
Ada beberapa faktor penting lanjut Andry, yang dapat mempengaruhi percepatan pertumbuhan ekonomi Tanah Air ke depan. Salah satunya, perbaikan harga komoditas yang telah berlangsung sejak akhir 2020 lalu. Peningkatan harga Crude Palm Oil (CPO), batubara, dan nikel akan meningkatkan transaksi belanja dan berujung pada perbaikan ekonomi di daerah.
"Kenaikan harga batubara akan meningkatkan penjualan mobil niaga sementara peningkatan harga CPO akan mendorong penjualan mobil penumpang. Sektor turunan lainnya juga diprediksi akan mengalami perbaikan sejalan dengan stabilitas harga komoditas," jelas Andry.
Lebih dari itu, bila mobilitas masyarakat dilonggarkan dan kasus Covid-19 dapat ditekan atau tidak ada varian baru yang mematikan, maka pemulihan ekonomi daerah dipastikan akan lebih masif.
Sebab dengan begitu, pembangunan yang memicu perbaikan kualitas infrastruktur di daerah mampu menopang keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Meski Pandemi COVID-19 Belum Berakhir, Ekonomi di Kota Solo Tumbuh 4,01 Persen
"Tingkat pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, pelabuhan dan bandara yang semakin masif sangat berdampak pada kemudahan mobilitas antar wilayah, baik untuk mobilitas manusia maupun barang," bebernya.
Tren mobilitas masyarakat turut membuahkan perbaikan ekonomi di Daerah tujuan wisata. Tercermin dari perekonomian di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara yang berangsur membaik sejak Semester II tahun lalu.
Sementara itu, tingkat kepercayaan masyarakat atau confidence level masyarakat yang membaik seperti yang ditunjukkan Belanja Masyarakat di luar Makanan dan Minuman. Data MSI menunjukkan proporsi belanja non makanan dan minuman sudah kembali ke atas 10% (rasio rata-rata sebelum Covid-19).
"Hal ini menunjukkan masyarakat lebih percaya diri bahwa ekonomi akan lebih baik ke depan sehingga mau membelanjakan di luar makanan dan minuman," paparnya.
Faktor pendukung pertumbuhan ekonomi juga ditunjang dari kebijakan Pemerintah untuk mendorong investasi lebih merata di luar Jawa.
"Pembangunan ke depan tidak hanya fokus ke Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat, tetapi ke Luar Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Timur. Kinerja pertumbuhan ekonomi regional menunjukan bahwa dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di pulau-pulau di Luar Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa," pungkas Andry.