Suara.com - Kepolisian Peru mengusir masyarakat adat yang telah mendirikan kamp di dalam tambang terbuka raksasa milik perusahaan tambang tembaga Las Bambas MMG yang merupakan milik China. Mereka mengusir warga lokal kareana memaksa tambang itu berhenti beroperasi.
Perusahaan Las Bambas, yang dimiliki oleh MMG Ltd China, memasok 2 persen dari tembaga global dan terpaksa menghentikan produksi tembaga seminggu yang lalu karena protes tersebut.
Penduduk adat memasuki tambang itu pada 14 April dan menuntut untuk mengambil kembali hak atas tanah leluhur yang sudah mereka tempat puluhan tahun tersebut.
Polisi mengklaim, mereka tetap menghormati HAM meski ratusan petugas mengusir warga dari lokasi tersebut.
Baca Juga: Sopir dan Penumpang Mobil Triton Penabrak Bangunan di Jalan AWS Samarinda Ditangkap
"Dengan tetap menghormati hak asasi manusia. 676 petugas polisi dari wilayah Apurimac telah memulihkan 100 persen tanah milik Las Bambas yang telah diduduki," kata polisi di Twitter.
Berdasarkan laporan pihak berwenang, tiga orang dilaporkan terluka. Sementara menurut Reuters, Selasa (26/4/2022) lalu pihak Las Bambas berencana untuk mengusir paksa masyarakat pada Rabu (27/4/2022).
"Kami masih berjuang dan kami akan melanjutkan sepanjang malam," kata Edison Vargas, presiden komunitas Fuerabamba kepada Reuters melalui telepon.
Ia menuturkan, sebagian besar masyarakat adat sudah diusir dari tanah mereka pada hari sebelumnya. Mereka hingga kini terus menuntut hak mereka.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Las Bambas dan tetap memilih bungkam ketika dihubungi awak media.
Baca Juga: Tragis, 7 Orang Tewas Terbakar di Dalam Rumah Jalan AWS Samarinda, Bangunan Ditabrak Mobil Tambang
Pemerintah Peru mengumumkan keadaan darurat di daerah itu pada Rabu (27/4/2022) pagi, pemerintah juga melarang warga untuk berkumpul maupun melakukan demo.
Komunitas adat Fuerabamba dimukimkan kembali sekitar satu dekade lalu untuk memberi jalan bagi Las Bambas, salah satu tambang tembaga terbesar di dunia.
Perusahaan tambang itu berjuang melawan protes berulang dan blokade jalan yang terkadang memaksa mereka untuk menghentikan produksi.
Jika kembali berproduksi, Las Bambas akan menambah pasokan global, yang berpotensi menurunkan harga, meskipun perusahaan tambang itu telah menghadapi gangguan berulang dari masyarakat lokal yang miskin yang menuntut kontribusi keuangan yang lebih besar.