Suara.com - Pemerintah sepertinya sedang senang untuk membuat kebijakan pelarangan ekspor sejumlah komoditas tanah air. Terakhir, selain melarang ekspor bahan baku pembuatan minyak goreng, pemerintah berencana melarang ekspor bauksit hingga timah.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan kebijakan pelarangan ini demi membuat nilai tambah komoditas Indonesia lebih bernilai.
"Kita harus menciptakan nilai tambah. Jangan kita jual tanah air terus. Dulu saya juga jual tanah air, kayu tambang. Tapi masa begitu lagi sih,” kata Bahlil dalam konferensi pers virtualnya, Rabu (27/4/2022).
Bahlil pun mengungkapkan, sejumlah komoditas lainnya seperti bauksit dan timah juga akan dilarang dalam bentuk raw material atau bahan baku mentah.
"Presiden memerintahkan kepada kami tentang transformasi ekonomi yang mengarah ke penciptaan nilai tambah yang instrumennya adalah industrialisasi. Karena itu ekspor tidak boleh yang mentah-mentah” katanya.
Bahlil memastikan, larangan ekspor komoditas ini dilakukan secara bertahap mulai 2022 hingga 2023.
Menurut Bahlil, pemerintah ingin berfokus mendorong hilirisasi sumber daya mentah untuk dikelola menjadi bahan baku setengah jadi atau barang jadi sehingga lebih menguntungkan.
Pemerintah resmi menetapkan kebijakan pelarangan ekspor sementara minyak goreng atau Refined, Bleached, Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein).
Jangka waktu pelarangan, yakni sampai dengan tersedianya minyak goreng curah di masyarakat dengan harga Rp14.000 per liter yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Pelarangan ekspor tersebut hanya berlaku untuk produk RBD Palm Olein dengan tiga kode Harmonized System (HS) yaitu: 1511.90.36; 1511.90.37 dan 1511.90.39. Adapun untuk CPO dan RPO masih tetap dapat diekspor sesuai kebutuhan. Dengan demikian, perusahaan tetap bisa membeli tandan buah segar (TBS) dari petani.