Larangan Eskpor Sawit dari Indonesia Perparah Kelangkaan Global

Selasa, 26 April 2022 | 20:00 WIB
Larangan Eskpor Sawit dari Indonesia Perparah Kelangkaan Global
DW
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Larangan ekspor minyak sawit oleh Indonesia memicu kepanikan di pasar dunia. Tanpa alternatif yang memadai, kelangkaan suplai semakin membebani masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di Asia Selatan.

"Keputusan pemerintah Indonesia membatasi ekspor dinilai, tidak cuma akan berdampak pada ketersediaan minyak sawit, tapi juga terhadap ketersediaan minyak makan di seluruh dunia,” kata James Fry Direktur LMC International, sebuah perusahaan konsultan komoditas.

Minyak sawit tidak hanya digunakan untuk memasak, tetapi juga untuk membuat berbagai jenis produk, mulai dari kosmetika hingga cairan pembersih.

Sawit mewakili 60 persen perdagangan minyak nabati di dunia, dan sepertiganya berasal dari Indonesia.

Baca Juga: Asosiasi Petani Sawit Ketar-ketir Larangan Ekspor CPO Bisa Turunkan Harga TBS

"Kelangkaan terjadi ketika volume ekspor di semua negara produsen terbesar mendapat tekanan: minyak kacang kedelai karena musim kering berkepanjangan di Amerika Selatan, minyak bunga rapa karena buruknya hasil panen di Kanada, serta minyak bunga matahari karena invasi Rusia terhadap Ukraina,” tutur Fry.

Sejak enam bulan terakhir, harga minyak nabati meningkat 50 persen menyusul kelangkaan tenaga buruh di Malaysia atau kemarau ekstrem di Argentina dan Kanada, serta yang terakhir perang di Ukraina.

Tanpa alternatif yang memadai Anjloknya kapasitas produksi di kelima negara ini, mendorong importir berharap besar pada Indonesia untuk menutupi permintaan minyak nabati.

"Namun harapan itu pupus seiring munculnya larangan ekspor dari Jakarta yang menjadi ledakan ganda bagi pasar dunia", kata Atul Chaturvedi, Presiden Asosiasi Industri Ekstraksi Pelarut India (SEA).

Sebagai konsekuensinya, sejumlah supermarket di Turki, Spanyol, Italia dan Inggris, sudah menetapkan batasan jumlah pembelian minyak makan.

Baca Juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng, Harga Sawit Siak Cuma Rp800/Kg: Apa yang Dipikirkan Pemerintah?

Jerman sudah mengalami kelangkaan sejak beberapa pekan. Di Kenya, perusahaan listrik negara mewanti-wanti warga terhadap minyak makan palsu, terbuat dari cairan beracun yang dicuri dari transformator listrik miliknya.

Negara-negara seperti India, Bangladesh atau Pakistan berusaha membeli minyak sawit dari Malaysia untuk menggantikan anjloknya impor dari Indonesia.

"Tapi negara produsen sawit terbesar kedua dunia itu pun tidak mampu menutupi gap yang ditimbulkan Indonesia", kata Chaturvedi lebih lanjut.

Indonesia menyuplai 50 persen kebutuhan minyak sawit India. Sementara pangsa di Pakistan dan Bangladesh masing-masing sebesar 80 persen.

"Tidak ada yang bisa menggantikan volume minyak sawit yang menghilang dari Indonesia. Semua negara akan menderita,” kata Rasheed Jan Mohd, Direktur Asosiasi Minyak Makan Pakistan (PEORA).

Kerentanan suplai di masa depan

Bulan Februari lalu, harga minyak nabati mencatatkan rekor baru, sebelum melonjak lagi sekitar 23 persen pada Maret, akibat anjloknya suplai minyak bunga matahari dari kawasan Laut Hitam.

Menurut Bank Dunia, harga minyak kedelai yang berkisar USD 765 per ton pada 2019 silam, diperdagangkan dengan harga USD 1.957 pada Maret 2020. Adapun harga minyak sawit melonjak 200 persen dalam kurun waktu yang sama.

Dalam jangka panjang, kerentanan suplai minyak nabati akan berdampak terhadap pengembangan bahan bakar rendah emisi. Amerika Serikat saat ini menggunakan 43 persen minyak kedelai sebagai bahan campuran biodiesel.

Belum lama ini, pemerintah Indonesia menunda rencana meningkatkan kadar campuran minyak sawit dalam bahan bakar nabati menjadi sebesar 40 persen. Adapun Uni Eropa mengaku akan mendukung negara anggota yang ingin mengurangi kuota bahan bakar nabatinya. Indonesia sendiri sudah mengindikasikan, larangan ekspor memiliki batas waktu, lantaran minimnya kapasitas penyimpanan minyak sawit yang ada di dalam negeri.

Dengan daya serap pasar dalam negeri yang terbatas, surplus produksi minyak sawit itu harus cepat dioper ke luar negeri, kata seorang pejabat Kementerian Perindustrian kepada Reuters. rzn/as

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI