Suara.com - Sejumlah sapi dan kerbau di Sumatera saat ini dilaporkan terjangkit Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) hingga menjadi wabah di wilayah itu.
Ketua Umum Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan potensi kerugian ekonomi akibat LSD adalah penurunan produksi, kematian sapi, karkas maupun kulit sapi tidak laku.
”Yang kita khawatirkan adalah reluktansi masyarakat untuk mengkonsumsi daging sapi. Tanpa ini saja, animo daya beli masyarakat sudah turun apalagi adanya kasus LSD ini. Bisa dibayangkan bagaimana nasib para peternak,” kata dia, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (21/4/2022).
Ia menambahkan, potensi kerugian apabila wilayah unit usaha peternak ditetapkan sebagai wabah dan akan terjadi pelarangan mobilitas atau transportasi ternak ke daerah lain akan sangat memukul peternak.
Baca Juga: 5 Makanan yang Dapat Memperkuat Daya Ingat dan Meningkatkan Kinerja Otak
“Mudah-mudahan ini segera diatasi, karena hal yang sangat ditakuti oleh para peternak tidak terjadi,” kata dia.
LSD merupakan penyakit infeksius hewan ternak sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) yang masuk dalam genus Capripoxvirus. Sejak awal 2022 kasus LSD muncul di beberapa kabupaten/kota Provinsi Riau dan hingga saat ini sudah merebak di wilayah lainnya di Pulau Sumatera.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), saat ini terjadi 527 kasus LSD di Riau, 564 kasus di Aceh, 73 kasus di Sumatera Utara, 13 kasus di Jambi, dan 4 kasus di Sumatera Barat dengan total 1.181 ekor. Kementan mencatat satu kasus kematian sapi dilaporkan karena terkena penyakit LSD di Indragiri Hulu.
Penyebaran virus LSD ke hewan ternak lainnya sangat cepat sehingga membahayakan dan berpotensi terjadi wabah di tempat lain. Bahkan vektor penular LSD bisa menjelajah hingga 28 kilometer.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh mengatakan pengendalian LSD pada hewan ternak paling baik dengan menggunakan vaksinasi. Kementan saat ini menyediakan sebanyak 476 ribu dosis vaksin. Jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan vaksinasi pada hewan ternak sebanyak 2,7 juta ekor.
Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainuddin mengatakan pemerintah terkendala anggaran agar bisa memvaksinasi seluruh populasi guna mencegah penularan. Nuryani menyebut pemerintah memerlukan biaya sekitar Rp104 miliar untuk kebutuhan vaksinasi sebanyak 80 persen dari populasi ternak di Sumatera yang sedang terjadi wabah.
Ketua Pusat Kajian Pangan Pertanian dan Advokasi (Pataka) Ali Usman mengatakan pentingnya kerja sama antar pemangku kepentingan baik pemerintah, asosiasi dan peternak untuk selalu berkoordinasi dengan baik secara intensif.
Kerja sama dibutuhkan untuk mempercepat proses vaksinasi supaya LSD tidak menyebar ke wilayah lain, terutama Pulau Jawa, yang merupakan sentra populasi ternak sapi dan kerbau. "Sehingga pemerintah dapat meminimalkan eskalasi kerugian peternak rakyat dan masyarakat konsumen yang lebih luas," kata Ali.