Suara.com - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan empat orang tersangka, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya selam periode Januari 2021 hingga Maret 2022. Penetapan tersangka ini diumumkan pada 19 April 2022.
Keempat tersangka tersebut diantaranya Indrasari Wisnu Wardhana, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan; Parulian Tumanggor, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Togar Sitanggang, General Manager bagian General Affairs PT Musim Mas, serta Stanle MA, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau.
Menurut Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), petani sawit Indonesia menyatakan dukungan dan apresiasi atas upaya yang dilakukan kejaksaan agung.
Petani sawit sebagai penghasil sawit Indonesia yang mengelola 6,7 juta ha merasa dirugikan sebab ikut merasakan harga minyak goreng yang tinggi, ironinya petani sebagai penghasil sawit.
Selain itu, mafia minyak goreng ini telah mencoreng promosi perdagangan minyak sawit Indonesia dalam aspek sustainability sebab ketiga perusahaan tersebut adalah anggota dari Roundtable on Sustainable Palm Oil sebuah lembaga sertifikasi minyak sawit berkelanjutan dunia.
"Dengan segala harapan besar kami agar kejaksaan bisa menelusuri lebih dalam lagi keterlibatan aktor lainnya. Apalagi perihal minyak goreng ini, saling terhubung dari hulu hingga hilir," kata Mansuetus Darto dalam keterangannya, Kamis (21/4/2022).
Menurut Darto, perusahaan-perusahaan tersebut (Wilmar, Musim Mas, Permata Hijau) adalah perusahaan yang menguasai hulu hingga hilir. Sayangnya, negara tidak memiliki industri pengolahan minyak goreng dan negara sangat tergantung pada mereka.
Dengan begitu menurutnya, mereka memiliki kekuatan dan dapat menciptakan instabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Kartelisasi ini, semestinya dievaluasi secara menyeluruh oleh pemerintah pada level kebijakan termasuk program Biodiesel (B30) yang dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan yang hampir sama.
"Karena itu, penanganannya harus komprehensif dan dapat memberikan solusi alternatif agar mereka tidak lagi berbuat suka-suka dikemudian hari," ucapnya.
Baca Juga: 4 Orang Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, Pengamat Singgung Peran Kepolisian dan KPK
Selama ini, pemerintah cenderung membiarkan perusahaan pengolahan (refinery) memproduksi minyak goreng dengan mengacu pada harga internasional. Akibatnya harga minyak goreng sangat tinggi, dan perusahaan kerap menerapkan harga yang tidak wajar di pasar.