Suara.com - Dirjen Perdagangan Luar Negeri (PLN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana telah tetapkan sebagai tersangka ekspor CPO yang mengakibatkan langkanya minyak goreng di pasaran.
Penetapan tersebut diumumkan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanudin yang menduga Indrasari Wisnu menerbitkan persetujuan ekspor CPO, yakni minyak sawit mentah dan produk turunannya kepada beberapa perusahaan seperti Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
Meski telah menetapkan sejumlah tersangka, ekonom Core Indonesia Piter Abdullah justru punya pandangan lain, dia bilang penetapan sejumlah tersangka tersebut belum cukup untuk menyelesaikan masalah dari carut marutnya persoalan minyak goreng dalam negeri.
"Kelangkaannya sendiri lebih disebabkan oleh tidak tepatnya kebijakan, sementara tersangkanya Dirjen Kemendag lebih kepada penyalahgunaan kewenangan. Masuk kasus korupsi," kata Piter saat dihubungi suara.com, Rabu (20/4/2022).
Sehingga kata Piter penetapan sejumlah tersangka ini bukan berarti menunjukkan adanya kartel minyak goreng, pemerintah pun kata dia diminta untuk terus menyelidiki kasus minyak goreng ini hingga tuntas.
"Ini bukan atau belum membuktikan adanya kartel di minyak goreng. Menurut saya belum, tersangka nya kan tersangka korupsi bukan tersangka kartel. Untuk kasus kartel nya harus dibuktikan oleh KPPU," pungkasnya.
Seperti dikutip laman web resmi masing-masing, Wilmar Group merupakan produsen minyak goreng dengan berbagai merek diantaranya, Sania, Siip, Sovia, Mahkota, Ol'eis, Bukit Zaitun, Goldie, Fortune, dan Camilla.
Selanjutnya, Musim Mas juga sebagai produsen minyak goreng dengan merek SunCo, Tani, Amago, Voila, Alibaba, Tani, M&M, dan Good Choice.
Sementara, PT Permata Hijau Group memproduksi minyak goreng dengan merek Permata, Parveen, Palmata, dan Panina.
Baca Juga: Presiden Jokowi Sebut Produsen Pengennya Ekspor Minyak Goreng: Memang Harganya Tinggi di Luar