Suara.com - Pemerintah diminta untuk tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, karena bisa menyulut kenaikan inflasi yang membuat harga kebutuhan pokok melambung dan menurunkan daya beli konsumen.
"Dampak penaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, menurunkan daya beli dan menambah beban rakyat miskin semakin berat," ujar Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, Jumat (15/4/2022).
Menaikkan harga komoditas itu adalah kebijakan yang ironis karena rakyat miskin yang tidak pernah membeli BBM dan elpiji tiga kilogram, lantaran tidak memiliki kendaraan bermotor dan kompor gas harus ikut menanggung beban kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok.
Jika wacana penyesuaian harga komoditas BBM, elpiji, serta tarif listrik betul terjadi, maka keputusan itu mencederai tuntutan mahasiswa yang menginginkan adanya penurunan harga BBM dalam aksi unjuk rasa pada 11 April 2022 lalu.
Baca Juga: Pemerintah 'Ingin' Naikkan Harga Pertalite, Solar, Gas Elpiji Hingga Listrik
Menurut dia, pemerintah seharusnya berpihak terhadap kepentingan rakyat bukan berpihak kepada kepentingan korporasi perusahaan minyak dan gas bumi (migas).
"Ada banyak strategi yang bisa digunakan untuk meringankan beban APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik, salah satunya merelokasi dana windfall dari peningkatan harga batu bara dan dana kenaikan PPN uang diberlakukan per 1 April 2022," kata Fahmy.
"Kalau masih kurang, anggaran pembangunan Ibu Kota Negara bisa digunakan lebih dulu untuk menambal subsidi kepada rakyat," tambahnya.
Ia secara pribadi juga memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menaikkan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik sepanjang 2022.
Selain itu ia juga meminta presiden untuk menertibkan menteri-menteri supaya tidak membuat pernyataan di publik terkait wacana kenaikan harga komoditas strategis, termasuk BBM, elpiji, dan tarif listrik.
Baca Juga: Boom! Tabung Elpiji Meledak Usai Ditinggal Salat, Dapur Ludes Terbakar
Kegaduhan yang timbul dari rencana penaikan harga komoditas tersebut bisa memicu kepanikan berbelanja dan kelangkaan produk di pasaran, serta berdampak serius terhadap kondisi sosial-ekonomi rakyat.