Suara.com - Sejak April 2022 masyarakat Indonesia dihadapkan dengan kenaikan berbagai harga, mulai minyak goreng, BBM, PPN, dan elpiji non subsidi. Kenaikan itu diperkirakan akan memicu inflasi. Inflasi adalah kenaikan harga. Namun merujuk berbagai sumber, inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Kebalikan dari inflasi adalah deflasi di mana harga barang turun secara terus-menerus dalam waktu tertentu.
Faktor penyebab inflasi dan dampak inflasi pun beragam. Situs resmi Kementerian Keuangan menyebutkan ada enam faktor penyebab inflasi sebagai berikut.
1. Permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa sehingga membuat harganya mengalami kenaikan.
2. Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat.
3. Kenaikan biaya produksi terhadap suatu barang atau jasa.
4. Tidak seimbangnya jumlah penawaran pada suatu barang atau jasa dengan ketersediaan barang dan jasa tersebut.
5. Perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi harga suatu barang atau jasa. Inflasi ini disebut pula ekspektasi inflasi, yakni inflasi yang mengarah pada ketidakpastian dan gejolak harga.
6. Kekacauan ekonomi dan politik di suatu negara seperti yang terjadi di Indonesia pada akhir masa orde baru tahun 1998 atau kekacauan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Inflasi bisa menimbulkan sejumlah dampak, baik dari sisi ekonomi maupun nonekonomi. Menurut Bank Indonesia, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat terus turun. Dalam jangka panjang, standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin.
Baca Juga: Akhirnya Gubernur Sumut Edy Rahmayadi Temui Massa Demo, Begini Katanya
Kedua, dampak inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan.
Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi, dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.
Sejauh ini perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni