Suara.com - Pemerintah memutuskan memperpanjang waktu penyelenggaraan Business Matching pada tahap dua selama 12 hari dari yang sebelumnyanya di seri pertama hanya tiga hari.
Hal itu dikarenakan suksesnya Bussiness Matching tahap satu, di Nusa Dua Bali pada tanggal 22-24 Maret 2022, yang mampu meraih komitmen belanja Produk Dalam Negeri (PDN) dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan total mencapai Rp219,57 triliun.
"Targetnya, pada Business Matching 2 nanti, yang rencananya digelar pada 11-23 April 2022 di Jakarta, akan menghasilkan Rp500 triliun komitmen belanja PDN," kata Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Hanung Harimba Rahman ditulis Kamis (7/4/2022).
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari aksi afirmasi peningkatan pembelian dan pemanfaatan Produk Dalam Negeri (PDN) dalam rangka Gerakan Nasional (Gernas) Bangga Buatan Indonesia (BBI).
Baca Juga: Apa Syarat Penerima BLT UMKM 2022? PKL, Pemilik Warung hingga Nelayan Masuk Kriteria
“Dengan kesuksesan penyelenggaraan yang pertama, maka kami akan menggelar Business Matching ke-2 lebih lama dengan target yang lebih besar. Untuk mencapai target tersebut, maka diperlukan peran dari semua untuk mulai mengurangi belanja produk impor. Seluruh Kementerian, Lembaga, BUMN hingga Pemda untuk wajib menggunakan produk dalam negeri khususnya UMKM,” katanya.
Pada Business Matching 2, diharapkan akan semakin banyak produk UMKM masuk dalam e-Katalog yang ditargetkan mencapai 1 juta produk tahun ini.
Gelaran Business Matching menjadi angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bangkit. Dari penyelenggaraannya, K/L, BUMN dan Pemerintah Daerah akan memberikan komitmen pengadaan barang dan jasanya dengan belanja menggunakan produk dalam negeri khususnya produk UMKM.
Hal itu dikatakan Hanung sesuai dengan perintah Presiden agar seluruh K/L, BUMN dan Pemda memanfaatkan belanja barang dan jasa menggunakan PDN untuk mendorong perekonomian nasional.
“Hal ini pun adalah amanat undang-undang Cipta kerja yang menyatakan bahwa setidak-tidaknya 40% dari belanja itu untuk usaha kecil dan menengah,” kata Hanung.
Baca Juga: Keberhasilan Bisnis Nasabah Binaan Jadi Bukti komitmen BRI untuk Mendukung Pelaku UMKM
Berkaca dari mulai membaiknya penanganan pandemi COVID-19 di dalam negeri, pemerintah dikatakan Hanung, memproyeksikan 2022 ini potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja pemerintah mencapai Rp1.485 triliun. Rinciannya, belanja K/L sebesar Rp526 triliun, Pemda Rp535 triliun, dan BUMN sebesar Rp420 triliun.
Rangkaian kegiatan Business Matching diharapkan dapat menggeliatkan para pelaku UMKM melalui pembelian dan penggunaan di instansi pemerintah. Di sisi lain pelaku industri dalam negeri atau UMKM, IKM, dan artisan pun akan mendapatkan jaminan pasar sehingga dapat mempersiapkan produksinya untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar pemerintah.
“Untuk mencapai target tersebut maka diperlukan peran masing-masing kementrian, Pemda dan BUMN. Di samping itu juga dukungan perbankan tentunya untuk bersama-sama mempercepat upaya pemulihan UMKM dan secara umum pemulihan ekonomi nasional,” ujar Hanung.
Kementerian koperasi dan UMKM bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri juga akan mendorong pemerintah daerah untuk bisa menggelar kegiatan serupa secara mandiri.
“Kita akan mendorong masing-masing Kementerian dan lembaga serta Pemda untuk bisa menggelar business matching secara mandiri,” ucapnya.
Senada dengan Hanung, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Teguh Setyabudi menyatakan komitmennya mendukung gelaran Business Matching. Untuk itu pihaknya telah meminta jajaran Pemda untuk melakukan intervensi dalam mendorong pemanfaatan PDN, khususnya produk UMKM.
Pemerintah Daerah dikatakan Teguh telah membentuk tim peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
“Sudah ada 168 kota yang telah membentuk P3DN. Belum di tingkat provinsi dan kabupaten,” katanya.
Menteri Dalam Negeri pun dikatakan Teguh telah memberikan arahan kepada daerah agar betul-betul memaksimalkan anggaran masing-masing untuk penggunaan produk dalam negeri.
“Ini kita sudah meminta dalam setiap musrembang yang dihadiri seluruh Pemda. Kami juga sudah menekankan kepada jajaran Inspektur Jenderal untuk melakukan monitoring terhadap pemda yang mungkin belum mengikuti arahan pusat. Kita akan melakukan teguran,” katanya.
Tidak hanya sampai di situ, Kemendagri dikatakan Teguh, juga akan meminta lampiran-lampiran terkait belanja yang digunakan. Minimal 40% dari belanja tersebut adalah untuk PDN.
“Kami meminta daerah untuk betul-betul memaksimalkan anggarannya untuk itu,” katanya.
Sementara Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Reni Yanita, saat yang sama menyampaikan, dengan waktu yang lebih panjang pada Business Matching Tahap 2, diyakini akan mendorong peningkatan belanja K/L lebih besar lagi.
"Kata kuncinya bagi kami, bagaimana produk dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ucap Reni.
Dari total komitmen belanja yang diperoleh pada Business Matching 1, lima posisi teratas diduduki, KemenPUPR sebesar Rp43,7 triliun, Kemenhan Rp35,3 triliun, Kemenkes Rp11,8 triliun, Kominfo sebesar Rp11,27 triliun dan Kemenhub Rp11,18 triliun.
“Kami menyampaikan data ini sebagai pemicu kementerian dan lembaga lain termasuk Pemda, agar lebih banyak belanja produk dalam negeri,” katanya.
Saat ini Kemenperin dikatakan Reni memiliki produk masterlist yang akan dikomitmenkan di Business Matching Tahap 2. Saat Business Matching Tahap 1 berlangsung pada Maret 2022 lalu, beberapa jenis produk dalam negeri yang paling banyak diincar adalah infrastruktur jalan, laptop, pembangunan gedung, makanan dan kertas.
“Kertas kita masuk peringkat 9 di dunia, bahkan saat ini sudah peringkat ke 8 di dunia. Produsen dalam negeri kita sudah mampu bersaing bahkan untuk skala ekspor,” sebutnya.
Mendukung Reni, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu mengatakan fungsi Business Matching adalah lebih pada membentuk kebersamaan dan gotong royong untuk mencapai target pertama, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan salah satunya belanja pemerintah untuk produk dalam negeri yang dihasilkan oleh UMKM.
“Selain menggerakkan perekonomian, upaya ini juga menumbuhkan rasa percaya diri para pelaku UMKM,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Odo pun menyarankan agar Kementerian, Lembaga, BUMN dan Pemerintah Daerah untuk memanfaatkan E-Katalog dengan baik dan memanfaatkan belanja barang dan jasanya untuk produk dalam negeri.
Senada dengan Odo, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia, Muhammad Neil EL Himam berharap pelaku UMKM di daerah yang belum memiliki E-Katalog, untuk segera meminta kepada Pemerintah Daerah agar memiliki E-Katalog.
“Supaya mereka bias masuk ke dalam E-Katalog. Karena ini merupakan kesempatan luar biasa bagi pelaku UMKM di daerah,” tandas Himam.