Indonesia Bakal Cetak Sejarah Dunia Jika Perpanjang Jabatan Presiden Tiga Periode

M Nurhadi Suara.Com
Rabu, 06 April 2022 | 16:20 WIB
Indonesia Bakal Cetak Sejarah Dunia Jika Perpanjang Jabatan Presiden Tiga Periode
Sejumlah awak media mengikuti simulasi proses pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang digelar di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2022). [Suara.com/Alfian Winanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode mengemuka di Indonesia. Sayangnya, negara yang pernah buat kebijakan perpanjangan periode presiden belum pernah ada. Padahal, di Indonesia sendiri isu perpanjangan masa jabatan presiden ini telah sampai pada wacana amandemen UUD 1945. 

Seperti diketahui dalam pasal 7 UUD 1945, disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. 

Kemudian dilanjutkan pada pasal 7A yang menyebutkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dalam keterangan resminya dalam website PSHK menyebutkan jika wacana penundaan pemilu benar-benar terealisasi, usulan ini jelas bentuk pelanggaran terhadap Konstitusi. Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah menegaskan bahwa pemilu dilakukan lima tahun sekali, dan pada Pasal 7 UUD 1945 mengatur bahwa masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap (fix term) yakni lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan. 

Baca Juga: PKB: Perintah Presiden Tak Cuma Larang Kabinet Bicara, Tapi Minta Menteri Tak Lagi Bermanuver Tunda Pemilu

Terlebih konstitusi tidak membuka ruang adanya penundaan pelaksanaan pemilu ataupun perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Penundaan pemilu tersebut juga berpotensi mencoreng muka bangsa karena ingkar pada komitmen dalam bernegara yang tertuang dalam konstitusi.

Selain itu, penundaan pemilu juga sama artinya menunda regenerasi kepemimpinan yang seharusnya terus berjalan demi menghindari kekuasaan yang terlalu panjang yang berpotensi membuka praktik korupsi.

Perubahan konstitusi dengan tujuan hanya untuk menunda Pemilu dan menambah masa jabatan presiden dan wakil presiden, baik melalui jalur formal ataupun informal, adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai demokrasi yang ada dalam konstitusi.

Padahal nilai-nilai konstitusionalisme justru bertujuan untuk membatasi kekuasaan, menjamin hak asasi manusia, dan mengatur struktur fundamental ketatanegaraan.

Oleh karena itu, tidak tepat konstitusi diubah hanya untuk menunda pelaksanaan pemilu. Perpanjangan pemilu seolah menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah demi kekuasaan, bukan sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Baca Juga: Legislator PKS Kritik Presiden: Agak Lucu Jokowi Minta Menteri Tak Bicara Tunda Pemilu

Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI