Suara.com - Mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto (MAN) kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait perannya dalam pengusulan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
KPK memeriksa Kepala Divisi Pembiayaan Publik PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Erdian Dharmaputra sebagai saksi untuk tersangka Ardian di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/4/2022) lalu guna mendalami hal tersebut.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan tahapan usulan untuk mendapatkan dana PEN di Kemendagri dan dugaan adanya campur tangan tersangka MAN agar setiap usulan tersebut dapat segera disetujui dengan adanya target penerimaan sejumlah uang untuk kepentingan tersangka MAN dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (5/4/2022).
KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Ardian, yaitu PNS di Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Febriana Anidya. Namun, saksi Febriana tidak menghadiri panggilan tim penyidik.
"Tidak hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang," ucap Ali.
Saat ini, KPK sudah menetapkan Ardian bersama Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar (LMSA) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengajuan pinjaman dana PEN tahun 2021.
Ardian, menurut KPK memiliki tugas antara lain menjalankan bentuk investasi langsung pemerintah berupa pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemda melalui PT SMI. Investasi tersebut berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Pada Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode M Syukur agar dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur. Selain menghubungi Laode M Syukur, Andi Merya meminta bantuan LM Rusdianto Emba, yang telah mengenal baik Ardian.
Kemudian pada Mei 2021, Laode M Syukur mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Gedung Kemendagri, Jakarta. Andy Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta Ardian mengawal dan mendukung proses permohonan pinjaman dana tersebut.
KPK menduga, Ardian meminta kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang setara 3 persen dari nilai pengajuan pinjaman.
Rinciannya, 1 persen untuk saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, 1 persen untuk penilaian awal dari Kemenkeu, dan 1 persen untuk penandatanganan nota kesepahaman antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Andi Merya memenuhi keinginan Ardian dan mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode M Syukur. Pemberian uang sebagai tahap awal kompensasi itu juga diketahui LM Rusdianto Emba.
KPK menduga dari sejumlah Rp2 miliar tersebut, Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura atau setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta, dan Laode M Syukur menerima Rp500 juta.
Ardian diduga aktif memantau proses penyerahannya, meskipun saat itu dia sedang melaksanakan isolasi mandiri dengan selalu berkomunikasi terhadap beberapa orang kepercayaan yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan Laode M Syukur.
KPK menyebut permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya disetujui dengan adanya bubuhan paraf Ardian pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.