Suara.com - Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss berjanji, sanksi yang dikenakan pada individu dan perusahaan Rusia di Inggris akan dicabut jika Rusia menarik diri dari Ukraina dan berkomitmen untuk mengakhiri operasi militer.
Hal ini lantas dikaitkan dengan sanksi atas salah satu konglomerat pemilik klub Loncon, Chelsea yang saat ini terancam kehilangan hak kepemilikan karena sanksi terkait.
Untuk diketahui, Inggris dan negara-negara Barat lain menggunakan sanksi ekonomi untuk melumpuhkan ekonomi Rusia dan menghukum Presiden Vladimir Putin karena menyerang Ukraina.
Mereka merusaha menekan Putin untuk menghentikan apa yang disebutnya operasi militer khusus untuk melucuti senjata dan membersihkan pengaruh Nazi di Ukraina.
Baca Juga: Link Live Streaming Inggris vs Swiss di Laga Friendly Malam Ini
Dalam sebuah wawancara dengan Telegraph, Truss mengatakan, kemungkinan bahwa sanksi dihentikan berakhir jika Moskow mengubah arah kebijakan.
“Apa yang kami ketahui adalah bahwa Rusia menandatangani beberapa perjanjian yang tidak mereka patuhi. Jadi perlu ada dorongan keras. Tentu saja, sanksi adalah daya tekan yang keras,” katanya, Sabtu (26/3/2022).
"Sanksi itu seharusnya dicabut tak hanya dengan gencatan senjata dan penarikan penuh, tapi juga komitmen bahwa tidak akan ada agresi lebih lanjut. Dan juga, ada peluang untuk memberlakukan kembali sanksi secara otomatis jika ada agresi lebih lanjut di masa depan. Itu adalah daya tekan sesungguhnya yang menurut saya bisa digunakan," ujarnya lagi.
Saat ini, Pemerintah Inggris menyebut, sudah memberlakukan sanksi pada bank dengan total aset 500 miliar pound (Rp9,47 kuadriliun) dan oligarki serta anggota keluarga dengan kekayaan bersih lebih dari 150 miliar pound (Rp2,83 kuadriliun).
Truss juga mengisyaratkan bahwa krisis itu telah membawa Inggris dan Uni Eropa lebih dekat setelah hubungan keduanya menjadi sangat tegang akibat Brexit.
Baca Juga: Argentina Libas Venezuela di Kualifikasi Piala Dunia 2022 dan 4 Berita Bola Terkini
"Salah satu poin yang akan saya sampaikan tentang krisis ini adalah kami telah bekerja sangat, sangat erat dengan Uni Eropa," katanya.
"Tentu saja, ada beberapa bidang di mana kami berbeda dengan EU tapi pada dasarnya, kami semua adalah negara demokratis, kami semua percaya pada kebebasan dan hak rakyat untuk memilih pemerintahan mereka sendiri dan kami sangat bersatu dalam perjuangan ini, " pungkasnya.