Suara.com - Adanya pengesahan Undang-Undang Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), memungkinkan bagi daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi dengan pemenuhan kualitas layanan publiknya relatif baik, untuk memiliki Dana Abadi Daerah.
Pengalokasian Dana Abadi Daerah dapat menjadi opsi bagi kebermanfaatan lintas generasi dengan manfaat yang lebih luas.
“Jadi kalau seperti (Provinsi) Riau memiliki pas dapat windfall dari penerimaan minyak nanti tinggi, Dana Bagi Hasilnya melonjak, itu enggak selalu harus habis dibelanjakan. Bisa diletakkan dalam wadah yang disebut dana abadi,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Sosialisasi UU HKPD di Pekanbaru Riau, Jumat (25/3/2022).
Dana Abadi Daerah adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk Belanja Daerah dengan tidak mengurangi dana pokok.
Baca Juga: 'Hadiah' Khusus Dari Sri Mulyani Bagi Daerah Yang Lelet Serapan Anggarannya, Apa Itu?
Menkeu mencontohkan, penerapan dana abadi di Pemerintah Pusat melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan dengan adanya dana abadi pendidikan, dana abadi kebudayaan, dana abadi riset, dan dana pendidikan tinggi dengan total kelolaan Rp99,11 triliun.
“Namanya abadi, jadi dia tidak dipakai pokoknya. Tapi yang dipakai adalah hasil investasinya,” jelas Menkeu.
Menurut UU HKPD ini, prinsip pengelolaan dana abadi yaitu ditetapkan dengan peraturan daerah, dikelola oleh Bendahara Umum Daerah, dan dilakukan dalam investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai.