Dua Pejabat PUPR Dipanggil KPK Terkait Kasus Pencucian Uang

Iwan Supriyatna Suara.Com
Kamis, 24 Maret 2022 | 11:40 WIB
Dua Pejabat PUPR Dipanggil KPK Terkait Kasus Pencucian Uang
Ilustrasi Gedung KPK.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, sebagai saksi dalam penyidikan kasus pencucian uang yang menjerat tersangka Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono (BS).

Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, menyebutkan dua pejabat tersebut adalah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Banjarnegara Arqom Al Fahmi dan Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara Arif Setyawan.

"Hari ini dua pejabat Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, yaitu Arqom Al Fahmi dan Arif Setyawan, dipanggil sebagai saksi. Mereka akan diperiksa terkait dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2017—2018 untuk tersangka BS. Pemeriksaan dilakukan di Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta," kata Ali.

Selain dua pejabat Dinas PUPR itu, KPK juga memanggil tujuh saksi lainnya. Mereka adalah Kepala Seksi Peningkatan Jalan Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara periode April 2021 Hermawan Tutut Indarjo, karyawan swasta Agus Marwanto, dan Kepala Plant PT Jadi Kuat Bersama Ahmad Muharris Anwar.

Baca Juga: Dirampas KPK, Harta Milik Fuad Amin Hingga Nazarudin Akan Dihibahkan Ke Kemenkumham, BPN Hingga Pemda

Berikutnya, ada empat pegawai negeri sipil (PNS), yakni Aditya Agus Satriya, Akhiri Rusmanto, Akhmad Arifudin, dan Andar Wahono.

Penetapan TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus korupsi turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan pada Dinas PUPR Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2017—2018 dan penerimaan gratifikasi.

Dalam kasus TPPU yang menjerat Budhi itu, KPK menduga ada upaya atau tindakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang bersumber dari tindak pidana korupsi, di antaranya adalah dengan dibelanjakan dalam bentuk berbagai aset, baik bergerak maupun tidak bergerak.

Selain itu, dalam kasus TPPU tersebut, KPK juga telah menyita aset senilai Rp10 miliar yang diduga milik tersangka Budhi.

Sebelumnya, dalam kasus korupsi dan penerimaan gratifikasi, KPK telah menetapkan Budhi dan Kedy Afandi selaku orang kepercayaan Budhi sebagai tersangka.

Baca Juga: Periksa Mantan Wakil Ketua BPK, KPK Telisik Soal 'Komunikasi Khusus' Di Kasus DID Kabupaten Tabanan

Saat ini mereka sudah berstatus terdakwa dan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah.

Budhi dan Kedy didakwa dengan dakwaan kesatu Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan kedua Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Budhi didakwa oleh jaksa penuntut umum menerima suap sebesar Rp18,7 miliar dan gratifikasi Rp7,4 miliar yang diduga sebagai fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di kabupaten setempat. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI