Anak Soeharto, Bambang Trihatmodjo Tetap Kekeh Tak Mau Bayar Utang ke Negara Terkait Sea Games 1997

Rabu, 23 Maret 2022 | 21:34 WIB
Anak Soeharto, Bambang Trihatmodjo Tetap Kekeh Tak Mau Bayar Utang ke Negara Terkait Sea Games 1997
Bambang Trihatmodjo dan Titiek Soeharto ikut kejuaraan menembak Piala Danpaspampres 2022. [ANTARA]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anak Presiden ke-3 Soeharto, Bambang Trihatmodjo, meminta agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak terus-terusan menagih utang Sea Games 1997.

Kuasa hukum Bambang, Hardjuno Wiwoho, menegaskan sejak awal uang yang diberikan untuk dana talangan pun sumbernya bukan dari APBN. Akan tetapi, uang dari pihak swasta, yakni dana pungutan reboisasi dari Kementerian Kehutanan.

"Karena, bilamana kita melihat historis permasalahan ini pun, sumber dari dana talangan ini bukan dari APBN. Kita trace (lacak) itu bukan dari kas Kemensetneg tapi dari Kementerian Kehutanan, sumbernya dari dana reboisasi. Dana yang memang didapatkan dari pihak swasta," ujar Hardjuno dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (23/3/2022).

Untuk diketahui, dana talangan yang jadi masalah diberikan oleh pemerintah kala itu lewat Kementerian Sekretariat Negara kepada konsorsium swasta mitra penyelenggara Sea Games 1997 yang dipimpin oleh Bambang Trihatmodjo.

Baca Juga: Menteri Keuangan: Negara Harus Berutang Demi Selamatkan Masyarakat dan Ekonomi

"Dana sebesar Rp35 miliar kala itu diambil pemerintah dari dana reboisasi yang ditampung di Kementerian Kehutanan," papar Hardjuno.

Namun secara keseluruhan, jumlah piutang negara yang ditagih Sri Mulyani kepada Bambang Trihatmodjo mencapai Rp64 miliar. Angka itu dari akumulasi pinjaman pokok sebesar Rp 35 miliar ditambah dengan bunga sebesar 15 persen dengan jangka waktu 1 tahun atau selama periode 8 Oktober 1997 hingga 8 Oktober 1998.

"Kalau dihitung secara detail belum pernah ada sinkronisasi terkait nilainya, tapi yang ditagihkan sekitar Rp64 miliar. Jadi pokok Rp35 miliar dengan bunga 15 persen jadi sekian. Itu juga kan juga jauh dari nilai keadilan," ujar Prisma Wardhana Sasmita, Kuasa hukum Bambang yang lainnya.

Menurut Prisma, sebenarnya pihak yang patut bertanggung adalah PT Tata Insani Mukti (TIM). Walaupun saat itu Bambang menjabat sebagai komisaris utama TIM, dia bukanlah pemegang saham perusahaan.

TIM sendiri merupakan pihak swasta yang bergabung dalam Konsorsium Mitra Penyelenggaraan SEA Games XIX tahun 1997. Bergabungnya TIM berdasarkan penandatanganan MoU pada 14 Oktober 1996 silam. Sementara, dari pihak pemerintah ada Kemenpora, KONI, dan Menkokesra.

Baca Juga: Semua Serba Murah Banget, Indra Kenz Ternyata Mau Bantu Bayar Utang Negara

Penyelenggaraan SEA Games XIX mengalami permasalahan biaya karena Indonesia mendadak menjadi tuan rumah menggantikan Brunei Darussalam. Awalnya biaya yang diminta oleh Kemenpora/KONI sekitar Rp70 miliar, lalu membengkak menjadi Rp156,6 miliar.

Saat itu negara tidak ada alokasi anggaran dari sisi APBN. Sementara KONI mendadak meminta dana tambahan sebesar Rp35 miliar untuk pembinaan atlet. Padahal saat itu konsorsium swasta hanya menyanggupi mencarikan dana penyelenggaraan sebesar Rp70 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI