Suara.com - Setelah pandemi Covid-19 melanda selama 2 tahun lebih, akhirnya berbagai kegiatan masyarakat mulai berangsur normal. Aktivitas harian mulai bisa dilakukan dengan mengadopsi kebiasaan baru yang berlaku dalam tatanan perubahan sosial.
Hal yang sama juga berlaku dalam sisi bisnis. Di era new normal, sektor ini mampu menemukan kembali model bisnis yang menawarkan konsep baru dan tetap memaksimalkan protokol kesehatan (prokes).
“Di era normal baru ini, kami melihat peluang bagus untuk menemukan kembali model bisnis kami dengan menawarkan konsep mal baru dan fungsi layanan. Kami tetap akan memaksimalkan protokol kesehatan sambil tetap memanfaatkan teknologi terkini untuk menciptakan pengalaman berbelanja yang nyaman dan lancar,” ujar Daisuke Isobe, Presiden Direktur AEON Mall Indonesia.
Pernyataan ini disampaikannya dalam NEC Visionary Day ASEAN 2022 bertema Forging Ahead Together: Recovery. Rebuilding. Reimagining, yang diselenggarakan secara virtual, beberapa waktu lalu.
Menurut Isobe, penyebaran Covid-19 telah menyebabkan perubahan besar dalam kegiatan bisnis, antara lain perubahan gaya hidup dan keterbatasan ruang lingkup kegiatan seluruh pemangku kepentingan, termasuk konsumen dan masyarakat.
“Pandemi telah memaksa mal untuk mengurangi jam operasional atau tutup sementara. Selain itu, karena peningkatan telecommuting dan anjuran tinggal di rumah, maka kegiatan dan fokus para pelanggan kami dalam kehidupan sehari-hari juga berubah secara dramatis,” tambahnya.
Masyarakat menjalankan aktivitasnya di rumah, termasuk aktivitas kerja dan sekolah. Sementara itu untuk menekan penyebaran Covid-19, pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian dan tidak berkerumun.
AEON Mall merupakan pengembang pusat perbelanjaan dari Jepang, yang membuka cabang di Indonesia. Pada 15 Juni 2020, AEON membuka kembali operasi toko khusus, sejak ditutup sementara pada 31 Maret sesuai permintaan pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19. Saat ini, AEON Mall menggunakan Passer Counting NEC, yang membantu menghitung dan memantau jumlah total pengunjung secara real-time.
Pandemi sebagai paksaan untuk berubah juga diakui Deputy President Director BCA, Armand Wahyudi Hartono.
Baca Juga: 5 Daftar Pekerjaan Bidang Teknologi Informasi yang Diburu di Era Transformasi Digital
“Setiap krisis akan memaksa kita untuk berubah. Hidup adalah tentang transformasi, dan inilah saatnya. Jika Anda tidak memaksakan diri atau memaksa semua orang untuk berubah, maka ambil saat ini sebagai kesempatan untuk berubah,” ujarnya.
Menurutnya, jika mampu bertahan dalam menghadapi pandemi dan krisis, maka tranformasi akan terjadi. Dengan bertransformasi, maka kehidupan akan lebih baik dan kehidupan customer pun demikian.
“Kami tumbuh cukup cepat, terutama selama pandemi. Jumlah pelanggan kami meningkat lebih banyak, jumlah transaksi meningkat lebih dari tiga kali lipat, dan kami mengalami pertumbuhan eksponensial. Tujuan kami selalu membuat segalanya lebih baik, lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman di lingkungan apa pun, dalam situasi apa pun. Strategi kami selalu memastikan selalu ada transformasi berkelanjutan,” ujarnya.
Menurut Armand, dengan semua transaksi yang meningkat saat ini, maka BCA membutuhkan analitik data, blockchain, cloud, dan analitik, termasuk pembelajaran mesin dan artificial intelligence (AI).
“Dengan meningkatnya transaksi, kita perlu memikirkan keamanan siber dan dengan meningkatnya pelanggan dan ekosistem pelanggan, kita perlu terhubung dengan ekosistem,” ujarnya.
Teknologi Informasi Sebagai Solusi
Pada kesempatan yang sama, Presiden Direktur NEC Indonesia, Joji Yamamoto menyatakan, pandemi memang telah mengakibatkan banyak perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat. Namun di saat yang sama, terjadi pula berbagai perubahan positif yang mampu membawa kualitas kehidupan membaik, salah satunya dalam bidang teknologi informas (TI).
“Selain anggaran TI yang meningkat, para pemangku kepentingan TI juga diharapkan mampu menghadirkan solusi jarak jauh, kegiatan transparansi tanpa kontak, yang bisa digunakan masyarakat secara otomatis,” ujarnya.
Yamamoto menyatakan sependapat dengan Isobe tentang pemberlakukan prokes yang masih harus tetap dijalankan, mesti dalam kondisi new normal. Walaupun inovasi TI telah berkembang lebih jauh, jaminan pada kesehatan masyarakat tetap harus dinomorsatukan.
“Agar mal tetap beroperasi, mal harus mengubah sistem dan prosesnya agar selaras dengan pedoman yang diberikan oleh pemerintah soal kesehatan masyarakat. Mal perlu menyeimbangkan keinginan konsumen dalam interaksi sosial, sekaligus mampu memberikan pengalaman berbelanja yang aman dan mudah,” ujarnya.
Menurut Yamamoto, fokus bisnis di era saat ini adalah tetap pada keselamatan masyakat secara luas, kebersihan dan lingkungan tanpa kontak. Fokus ini dipastikan akan menjadi masa depan bisnis ritel di tahun-tahun ke depan.
Perubahan gaya hidup akibat pandemi juga disebutkan oleh Koichire Koide. Tuan rumah NEC Visionary Day ASEAN 2022 ini mengatakan, perubahan yang terjadi saat ini, mungkin saja lebih rumit dari yang dipikirkan sebelumnya.
“Gaya hidup dan bisnis telah berubah secara drastis. Sebagai penyedia teknologi, dari sudut pandang saya, ASEAN adalah asosiasi pasar yang cukup unik.Tujuan kami adalah menjadi platform pengaktif teknologi untuk menurunkan tingkat sosial ekonomi di dunia pada tahun 2030. Oleh karena itu, saya ingin meningkatkan kerja sama dengan mitra kami, pemerintah, operator, untuk membuat masyarakat ini jauh lebih baik dari hari ini,” ujarnya.
NEC Asia Pasifik (NEC APAC) merupakan kantor pusat regional penyedia teknologi informasi dan komunikasi dari NEC Corporation (HQ: Jepang) di Asia Tenggara.
Dalam NEC Visionary Day ASEAN 2022, para pemimpin perusahaan dari berbagai sektor industri dan pakar teknologi dari kawasan ASEAN berbagi wawasan tentang masa depan masyarakat dan bisnis, dan mereka sependapat tentang pentingnya transformasi digital dalam memastikan ekonomi yang berkelanjutan.
Selain President & CEO NEC Asia-Pacific, Koichiro Koide, Presiden Direktur AEON Mall Indonesia, Daisuke Isobe dan Deputy President Director BCA, Armand Wahyudi Hartono, hadir pula Otelli Edwards, Channel NewsAsia sebagai Moderato, Chief Strategy & Innovation Officer Mandai Wildlife, Belina Lee, dan CEO, Strategic Change Management Office (MyDIGITAL), Economic Planning Unit, Prime Minister’s Department of Malaysia, Fabian Bigar.