Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenapa utang luar negeri Indonesia terus meningkat ditengah pandemi Covid-19.
Dia bilang kenaikan jumlah utang yang melesat sangat tinggi tersebut dikarenakan kebutuhan belanja yang besar untuk melindungi masyarakat yang terdampak pandemi.
Disisi lain APBN sebagai instrumen utama dalam kondisi yang tak begitu baik, karena penerimaan yang menurun tajam. Alhasil pemerintah akhirnya melakukan penarikan utang untuk menutupi kebutuhan belanja tersebut.
"Walaupun instrumen APBN mengalami ancaman, dia harus hadir untuk bisa menyetop tadi, ancaman-ancaman ini kalau tidak domino akan ambruk semua," kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).
Baca Juga: Menteri Keuangan: Negara Harus Berutang Demi Selamatkan Masyarakat dan Ekonomi
Tujuan dari penarikan utang tersebut kata dia, justru untuk memberikan bantalan kepada masyarakat dengan pemberian bantuan sosial, insentif fiskal hingga program-program pemulihan ekonomi.
"Caranya bagaimana? Ya walaupun kita defisit, drop, kita masih bisa berutang, tapi untuk menyelamatkan masyarakat, ekonomi, dan sosial," paparnya.
Sri Mulyani menerangkan bahwa sejak pandemi Covid-19 pada 2020 lalu penerimaan negara mengalami kontraksi sebesar 18 persen pertumbuhannya, kondisi ini pun menyebabkan APBN dalam keadaan yang tidak sehat.
"Kenapa penerimaan drop? Karena dunia usaha berhenti. Sementara kita dihadapkan pada pilihan kalau penerimaan kita turun sedangkan rakyat dalam suasana ancaman kesehatan, PHK, sosial dan ekonominya akan ambruk bahkan sektor keuangan bisa mengalami krisis kalau ini tidak diberhentikan," paparnya.
Untuk itu, pemerintah di awal pandemi covid-19 mengambil langkah cepat dengan menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 yang membolehkan defisit APBN di atas tiga persen PDB.
Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Tarif PPN 11 Persen Tetap Berlaku 1 April 2022
Namun Sri Mulyani menegaskan saat itu pemerintah tetap berupaya menjaga agar utang negara tidak lebih dari 60 persen sesuai UU Keuangan Negara.
"Makanya kita mengatakan defisit kita bisa di atas tiga persen tadinya tidak boleh di atas tiga persen, sementara utang ini masih di bawah 60 persen total dari utang negara yang diperbolehkan UU Keuangan Negara," pungkasnya.