Suara.com - Meski saat ini harga minyak mentah dunia dibandrol diatas USD100/barel, tetapi tampaknya pemerintah tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri, terutama untuk jenis BBM RON 90 yakni Pertalite.
Namun untuk jenis BBM RON 92 atau Pertamax akan mengalami kenaikan.
Hal tersebut dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2022, Selasa (22/3/2022).
"BBM nggak naik. Pertamax kena karena untuk masyarakat atas. Pertalite nggak diubah dan ini sebabkan nanti bayar kompensasi ke Pertamina," kata Sri Mulyani.
Meski begitu, Sri Mulyani menerangkan bahwa kondisi ini akan memperlihatkan kesehatan APBN kedepannya.
"Jadi ini APBN hitung berapa masuk dan berapa ditagihkan ke kita dan struktur APBN akan sehat nggak," kata Sri Mulyani.
Asal tahu saja harga minyak melejit lebih dari 7 persen pada perdagangan Senin, dengan Brent melampaui USD115 per barel.
Kenaikan di pasar minyak mentah ini terjadi menyusul langkah Uni Eropa (UE) yang sedang mempertimbangkan untuk mengikuti Amerika Serikat (AS) dalam embargo minyak Rusia.
Selain itu, serangan terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi oleh kelompok Houthi Yaman juga turut membebani pasar.
Baca Juga: BBM Langka dari Sulawesi Sampai Papua, Sopir: Semua Habis, Kami Gerah Mas
Mengutip CNBC, Selasa (22/3/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD7,69 atau 7,12 persen menjadi USD115,62 per barel.
Sementara itu, patokan Amerika, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), menetap di posisi USD112,12 per barel, melambung USD7,42 atau 7,09 persen.
"Embargo seperti itu bisa menjadi jurang bagi masalah pasokan global," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC.
Mengingat ketidakpastian tentang potensi larangan impor minyak Rusia dari Uni Eropa, bensin berjangka Amerika melonjak 5 persen.
Pemerintah Uni Eropa akan mempertimbangkan apakah akan memberlakukan embargo minyak terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina saat mereka berkumpul minggu ini dengan Presiden AS Joe Biden.
Untuk serangkaian pertemuan puncak yang dirancang guna memperkuat tanggapan Barat terhadap Moskow.