Suara.com - Harga minyak dunia melesat 8 persen pada perdagangan Kamis, memperpanjang pergerakan fluktuasi minyak ditengah konflik Rusia dan Ukraina.
Patokan minyak dalam beberapa pekan terakhir mengalami periode paling bergejolak sejak pertengahan 2020. Harga minyak tiba-tiba melesat tinggi tapi terkadang anjlok cukup dalam.
Setelah merosot karena pembeli mengambil keuntungan, harga naik kembali di tengah ekspektasi kekurangan pasokan bakal menekan pasar energi.
Mengutip CNBC, Jumat (18/3/2022) minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak USD8,62 atau 8,79 persen menjadi USD106,64 per barel, persentase kenaikan terbesar sejak pertengahan 2020.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Terus Turun 5 Hari Berturut-turut
Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melejit USD7,94, atau 8,35 persen menjadi USD102,98 per barel.
Dalam delapan sesi perdagangan terakhir, Brent diperdagangkan setingginya USD139 dan serendahnya USD98 - spread lebih dari USD40.
"Itu mendorong banyak investor untuk keluar, menciptakan kondisi bagi perubahan harga yang lebih liar pada pekan-pekan mendatang," kata trader, bankir dan analis.
Banyak negara melarang pembelian minyak Rusia untuk menghukum Moskow atas invasinya ke Ukraina hampir tiga minggu lalu. Rusia, yang menyebut aksi militer itu sebagai "operasi khusus," adalah eksportir minyak mentah dan produk bahan bakar terbesar di dunia.
Penyuling dan pengguna akhir harus membuat penyesuaian cepat untuk minggu-minggu mendatang.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Anjlok Lagi, Kini Ambles 6 Persen
"Ada kekhawatiran baru di pasar bahwa kita bisa kehilangan lebih banyak minyak Rusia," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC.
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan 3 juta barel per hari minyak dan produk Rusia dapat menghilang mulai bulan depan.
"Kerugian itu jauh lebih besar dari perkiraan penurunan permintaan sebesar 1 juta barel per hari dari harga bahan bakar yang lebih tinggi," kata IEA.