Suara.com - Badan Pangan Nasional/ National Food Agency (NFA) mengungkapkan harga minyak goreng kemasan atau premium diprediksi segera menyesuaikan dengan harga keekonomian atau mekanisme pasar.
"Jadi untuk minyak goreng kemasan nanti ikut harga keekonomian artinya melihat atau mengikuti harga market dan kita lepas di pasar," ujar Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, Rabu (16/3/2022).
Alasannya, menurut Arief yakni selisih harga dari ritel modern yakni Rp14.000, kemudian di level pasar tradisional tidak bisa dikontrol bersama-sama, sehingga inilah yang menyebabkan stok dari ritel modern selalu menimbulkan rush atau panic buying.
Selain itu juga ada beberapa oknum yang memang membeli, lalu beberapa minyak goreng ada yang masuk ke pasar tradisional.
Baca Juga: Pilih Awasi Perkembangan Kelangkaan Minyak Goreng, DPR Tunda Panggil Mendag Pekan Ini
"Artinya ini yang harus bisa kita atur bersama-sama, kita buat supaya seimbang atau balance antara ritel modern dan juga di pasar tradisional," kata Arief.
Arief menuturkan, hal yang paling penting adalah bekerjasama dengan para pedagang pasar, sehingga rantai pasok minyak goreng ini benar dan teman-teman pedagang masih berjualan serta mendapatkan keuntungan dibandingkan tidak melibatkan mereka dan langsung menjual kepada masyarakat itu juga tidak benar.
Rencana harga minyak goreng kemasan akan mengikuti mekanisme pasar, karena mempertimbangkan masyarakat bawah yang membutuhkan minyak goreng curah.
Hal ini harus dijaga oleh pemerintah. Kalau untuk minyak goreng kemasan atau premium nanti biarkan mengikuti mekanisme harga pasar.
"Makanya yang penting minyak goreng curah yang dibutuhkan oleh masyarakat bawah ini yang kita harus buat harga eceran tertingginya (HET) dan kita harus jaga, bukan harga untuk minyak goreng premium atau kemasannya. Biarkan nanti masyarakat memilih mana minyak goreng yang sesuai dengan kebutuhan mereka," ujar Kepala NFA.
Baca Juga: Minyak Goreng Masih Langka, Pemerintah Naikkan HET dari Rp 11.500 Jadi Rp 14.000