Suara.com - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menduga adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak usaha dalam industri Biodiesel. SPKS bersama Koperasi Karya Mandiri dan Koperasi Perkebunan Renyang Bersatu bersama tim Advokasi Keadilan Perkebunan juga telah melaporkan praktik tersebut ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Menurut SPKS, terdapat tiga perusahaan yang mendominasi industri Biodiesel yaitu PT Wilmar Nabati Indonesia, PT SMART, Tbk dan PT Musim Mas sebagai Para Terlapor.
Kuasa hukum SPKS Janses Sihaloho menjelaskan, ada beberapa perbuatan perusahaan yang diduga terkait dengan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yakni oligopsoni dan/atau integrasi vertikal terhadap industri bahan bakar nabati jenis biodiesel.
Ia melanjutkan, mekanisme penunjukan langsung terhadap jumlah alokasi biodiesel hanya ditujukan kepada Para Terlapor melalui anak-cucu perusahaannya.
Baca Juga: Harga Kelapa Sawit Meningkat, Pengamat Ekonomi: Tak Lagi Layak untuk Biodiesel
Hal tersebut terbukti dengan adanya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1935K/10/MEM/2018, hingga Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 2018k/10/MEM/2018,
"Indikasi lain adanya peningkatan lahan kelapa sawit setiap tahun milik para terlapor yang melampaui 100 ribu hektare menurut aturan. Peningkatan lahan ini menunjukkan adanya peningkatan permintaan pasar terhadap pasok TBS Sawit," ujar Janses dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Seharusnya, tutur Janses, kesejahteraan para pekebun swadaya dan pekebun kemitraan-pun juga semakin meningkat, namun faktanya tidak demikian. Masih banyak pekebun swadaya dan pekebun kemitraan yang dirugikan atas harga jual TBS sawitnya.
Hal tersebut diduga telah memenuhi unsur pada Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) huruf c UU No. 5/1999 yakni penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
"Selain itu, tim Pelapor juga menyoroti penggunaan dana kelapa sawit yang tidak sesuai dengan UU Perkebunan," katanya.
Baca Juga: Minyak Sawit Dianggap Tidak Layak Digunakan Sebagai Biodiesel
Diketahui, total dana perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh BPDP-KS sejak tahun 2015-2019 sebesar Rp 47,28 triliun. Mayoritas total dana ini dialokasikan bukan untuk kepentingan petani, melainkan industri biodiesel.
Ketimpangan alokasi itu tergambar jelas pada realisasi anggaran pada 2015-2019, di mana 89,86% dari total dana atau sebesar Rp 30,2 triliun dialokasikan untuk insentif biodiesel.
Dalam kesempatan yang sama, Dewan Nasional Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Gunawan berharap laporan ini tidak hanya membongkar praktik oligopsoni dalam biodiesel, tetapi juga melihat ketidakadilan rantai pasok sawit secara keseluruhan.
"Dan juga berimbas pada ketersediaan produk makanan, seperti krisis minyak goreng yang terjadi akhir-akhir ini," kata Gunawan.