Suara.com - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu ikut menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo tiga periode.
Terkait isu yang digulirkan itu Said Didu pun dengan lugas menolaknya. Menurut Said Didu, jika jika masa jabatan Presiden ditambah lagi menjadi 3 tahun utang negara bisa membengkak.
"Saya justru menduga sebaliknya," kata Said Didu dalam akun Twitter miliknya, @msaid_didu seperti dikutip Minggu (13/3/2022).
Selain itu kata dia jika, masa jabatan Jokowi ditambah 3 tahun lagi, bisa-bisa utang membengkak dan berpotensi memicu perpecahan di masyarakat.
Baca Juga: Soal Penundaan Pemilu, Luhut: Sakit Gigi Kita Dengar Kampret, Cebong, Kadrun, Itu Gak Bagus!
"1. Utang publik akan mencapai sekitar Rp 20.000 trilyun, 2. BUMN-BUMN besar akan bangkrut, 3, 4. Rakyat makin terpecah-belah. Ketimpangan, kemiskinan mencapai titik bahaya, 5. SDA sudah habis dibagi-bagi ke asing," katanya.
Sebelumnya, Luhut mengatakan, apabila masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diperpanjang 3 tahun, kondisi Indonesia akan lebih baik. Hal tersebut dikatakan Luhut dalam acara Podcast Deddy Corbuzier yang dikutip, Minggu.
"Kalau ditambah tiga tahun, mungkin sekali, akan lebih baik," kata Luhut.
Luhut menyebutkan alasan penambahan tiga tahun masa jabatan Jokowi, antara lain kinerjanya, pribadinya, capaian yang bergerak naik, serta keadaan sekarang ini.
Oleh karena itu, apabila ada rakyat yang menginginkan Jokowi lebih lama menjadi presiden, hal itu merupakan hak mereka dan tidak perlu di-bully.
Baca Juga: Soal Isu Penundaan Pemilu, Jokowi Diminta Tiru SBY Tak Perpanjang Masa Jabatan
Selain itu, dalam podcast yang disiarkan di channel YouTube Deddy Corbuzier, Luhut mengklaim berdasarkan big data banyak warga yang menginginkan penundaan pemilu 2024 dan menambah
"Saya ini lihat ya punya big data. Dari Big Data itu kira-kira meng-grab 110 juta. Macam-macam Facebook segala macam. Kadang orang-orang main Twitter. Twitter itu 10 juta lah," katanya.
Menurutnya, kalangan masyarakat bawah mengingingkan adanya ketenangan untuk bisa meningkatkan kemampuan ekonomi.
"Kalau menengah bawah ini, pokoknya pengin tenang. Pengin bicaranya ekonomi, Tidak mau kayak kemarin. Sakit gigi lah kita dengar kampret lah cebong lah kadrun lah, itu kan mendengar nggak bagus. Masa terus-terusan gitu. Sekarang lagi gini-gini katanya ngapain?" katanya.
Tak hanya itu, ia juga mengemukakan, jika dana untuk penyelenggaraan pemilu mencapai Rp 100 triliun lebih, lantaran berbarengan dengan pemilihan presiden dan pilkada serentaka pada waktu yang bersamaan.
"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik (dari data-data tersebut), ya itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih, ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak" ucapnya.
Menanggapi hal ini, mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu