Suara.com - Restoran cepat saji McDonald’s memperkirakan penutupannya di Rusia akan merugikan sekitar USD 50 juta per bulan atau setara Rp 718,5 juta (kurs Rp 14.371) sampai restoran itu dibuka kembali di sana.
Perusahaan asal Amerika Serikat ini telah menutup sementara gerainya di Rusia karena pasukan Presiden Rusia Vladimir Putin melanjutkan serangan mereka ke Ukraina.
McDonald’s memiliki sekitar 850 gerai di Rusia, yang sebagian besar dimiliki oleh perusahaan, bukan pewaralaba.
"Rusia adalah pasar yang kuat untuk McDonald’s," kata analis Evercore, David Palmer seperti dikutip dari CNBC, Kamis (10/3/2022).
Baca Juga: Imbas Perang Rusia-Ukraina, McDonald's Tutup Sementara Semua Gerai di Rusia
Namun, Perusahaan telah berkomitmen untuk membayar semua sekitar 62.000 karyawan Rusia penutupan operasi. CFO McDonald’s Kevin Ozan mengatakan McDonald’s juga akan membayar sewa untuk lokasinya, serta biaya rantai pasokan dan biaya lainnya.
"Kami berharap ini bersifat sementara dan kami tentu tidak mengambil keputusan ini dengan enteng, tetapi bagi kami ini adalah tentang melakukan apa yang kami pikir adalah hal yang benar untuk dilakukan, baik untuk bisnis global maupun untuk orang-orang kami secara lokal," katanya.
Selain menutup sementara lokasi di Rusia, McDonald’s juga telah menutup 108 restoran di Ukraina untuk sementara waktu. Rusia dan Ukraina bersama-sama menyumbang sekitar 2% dari penjualan seluruh sistem McDonald’s, 9% dari pendapatannya dan 3% dari pendapatan operasionalnya.
Perusahaan restoran AS lainnya, termasuk Starbucks, Yum Brands dan Papa John’s mengikuti jejak McDonald’s, serta pemasok sodanya, Coca-Cola.
Starbucks mengatakan bahwa mereka akan menghentikan sementara semua aktivitas bisnis Rusia dan bahwa pemegang lisensi di sana telah setuju untuk menutup semua kafenya untuk sementara. Seperti McDonald’s, perusahaan gerai kopi ini akan tetap membayar 2.000 pekerja Rusianya sementara kafe-kafenya tutup.
Baca Juga: Ditekan agar Menarik Diri, McDonald's Bakal Tutup 847 Restoran di Rusia