PT KAI Minta Pemerintah Turun Tangan Tingkatkan Keselamatan Perlintasan Kereta

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 27 Februari 2022 | 15:58 WIB
PT KAI Minta Pemerintah Turun Tangan Tingkatkan Keselamatan Perlintasan Kereta
Kereta api melintas dekat bangkai bus pariwisata PO Harapan Jaya yang tertabrak KA Rapih Doho di perlintasan kereta api tanpa palang pintu di Desa Ketanon, Tulungagung, Jawa Timur, Minggu (27/2/2022). [ANTARA FOTO/Deny Trisdanto//DS/aww]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyesalkan adanya kecelakaan lalu lintas antara Bus dan Kereta Api Dhoho (Blitar - Kertosono) yang terjadi di perlintasan tidak terjaga antara Stasiun Tulungagung dan Ngujang, pada Minggu (27/2/2022).

Untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api, VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan, KAI akan segera menutup perlintasan sebidang tersebut. KAI juga meminta pemerintah meningkatkan keselamatan perjalanan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya.

"KAI berharap seluruh pihak dapat proaktif dan bersama-sama menjalankan tugas sesuai kewenangannya masing-masing untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api maupun para pengguna jalan itu sendiri," kata Joni dalam keterangannya yang dipantau di Jakarta, Minggu.

Salah satu faktor tingginya jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang yaitu masih rendahnya kedisiplinan pengguna jalan.

Baca Juga: KA Dhoho Tabrak Bus Harapan Jaya di Tulungagung, Polisi Sebut 4 Orang Tewas

Pada tahun 2021 terjadi kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang kereta api sebanyak 271 kecelakaan dengan korban meninggal 67 orang dan luka 92 orang.

Sesuai UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 94 ayat 2 bahwa Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Sedangkan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 Pasal 2, pihak yang bertanggungjawab atas pengelolaan jalan yang berpotongan dengan jalur kereta api adalah pemilik jalannya.

Adapun rinciannya adalah Menteri, untuk jalan nasional, Gubernur, untuk jalan provinsi, Bupati/Walikota, untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, dan Badan hukum atau lembaga, untuk jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.

Kemudian pada UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angutan Jalan, Pasal 114 menyatakan yaitu, Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

Baca Juga: Tabrakan Maut Bus Wisata Vs KA Rapih Dhoho di Tulungagung, Begini Kronologi Versi Saksi Mata

Faktor lainnya mengenai perlintasan sebidang yang tidak dijaga sebaiknya Pemerintah Daerah melalui Dishub serta Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub bersama-sama dengan KAI melakukan audit agar dapat melakukan mitigasi risikonya sehingga ada solusi jangka pendeknya.

"Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 Pasal 3, bahwa KAI berhak menutup perlintasan sebidang yang tidak terdaftar, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari dua meter," ujarnya.

Tahun 2021 KAI telah menutup 311 perlintasan sebidang liar dalam rangka melakukan normalisasi jalur kereta api. Tercatat saat ini terdapat 3.105 perlintasan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan dimana 54 persen atau 1.696 merupakan perlintasan liar atau tidak terjaga.

Sosialisasi keselamatan berlalu lintas di perlintasan sebidang terus dilakukan, dimana pada tahun 2021 telah dilakukan 77 sosialisasi di berbagai daerah bersama para stakeholder.

"KAI berharap, kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang terus ditekan melalui peran masing-masing pihak sesuai kewenangannya dan peningkatan kedisiplinan para pengguna jalan saat berlalu lintas," katanya.

KAI juga turut berduka atas adanya korban jiwa dan luka yang dialami para penumpang Bus akibat kelalaian pengemudi bus.

Joni mengatakan KAI akan menuntut pengusaha bus akibat kerugian yang dialami KAI. Pasalnya akibat kecelakaan Kereta Api Dhoho tersebut terjadi kerusakan pada sarana kereta api berupa kereta penumpang, lokomotif, serta keterlambatan perjalanan KA.

Pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 menyatakan yaitu, Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

"Seluruh pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang. Hal tersebut sesuai UU 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian dan UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," pungkas Joni.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan kecelakaan rombongan Bus Pariwisata biasanya pengemudi tidak paham dengan rute yg akan dilalui karena bukan pramudi tetap/pegawai di PO tersebut.

PO tidak memiliki Risk Journey yang dijadikan panduan pramudi ketika akan berangkat ke suatu tujuan. Hal ini mengakibatkan pengemudi tidak paham Road Hazard Mapping pada route yg akan dilalui.

Tidak ada tata cara mengemudi bus convoy/rombongan di jalan, sehingga pramudi cenderung selalu ingin lebih cepat sampai tujuan tanpa memperhatikan keselamatan.

"Hal ini akan diperparah jika penumpang juga meminta pengemudi agar bus mereka paling duluan sampai di tujuan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI