Selisih Tarif Masih Lebar, Praktik Downtrading Rokok 2022 Diprediksi Marak

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 25 Februari 2022 | 18:59 WIB
Selisih Tarif Masih Lebar, Praktik Downtrading Rokok 2022 Diprediksi Marak
Ilustrasi Rokok (pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pergeseran konsumsi rokok ke produk yang lebih murah (downtrading) diperkirakan bakal tetap marak pada 2022.

Hal ini diantaranya dipicu oleh masih banyaknya variasi harga rokok di pasaran meski Pemerintah telah menetapkan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) yang berlaku mulai 1 Januari 2022.

Dengan sistem cukai yang ada saat ini, variasi harga dan produksi dari produsen rokok diperkirakan akan tetap menggeliat. Tren menjamurnya pabrikan di golongan rendah juga dapat terlihat dari fenomena perusahaan besar yang turun golongan dalam beberapa tahun belakangan.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, kenaikan CHT yang meningkat dari tahun ke tahun sangat menekan perusahaan rokok, sehingga pengusaha akan berusaha mempertahankan volume penjualan dan marginnya di tengah biaya produksi dari cukai yang terus meningkat setiap tahun.

Baca Juga: Bukan Debu, Dua Hal Inilah yang Paling Sering Memicu Asma di Lingkungan Rumah

“Tarif cukai selama ini menjadi salah satu komponen biaya yang besar dan ini tidak mudah dikompensasi langsung kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga jual,” kata Marolop ditulis Jumat (25/2/2022).

Kenaikan harga jual produk yang terlampau tinggi, katanya, justru akan membuat pabrikan kehilangan pembeli dan pangsa pasar (market share). Oleh karena itu, dengan selisih tarif cukai antara golongan yang sangat lebar tersebut, pabrikan akan lebih memilih untuk menahan bahkan mengurangi produksinya untuk mendapatkan tarif cukai yang lebih rendah dan mampu menjual rokok dengan harga lebih murah.

“Perusahaan-perusahaan besar menurunkan produksinya untuk menekan pembayaran cukai ke tarif yang lebih murah, sehingga margin keuntungan dapat terjaga,” kata Marolop.

Di luar jumlah rokok ilegal yang masih tinggi, maraknya penjualan rokok di golongan 2 dan 3 inilah yang membuat konsumsi rokok tak menurun. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021 mencatat tingkat konsumsi rokok masyarakat usia di atas 15 tahun sebesar 28,96%, sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2020 sebesar 28,69%.

Marolop menyebutkan, dalam 2 tahun belakangan, bahkan beberapa perusahaan rokok besar yang semula berada di golongan 1 sudah turun ke golongan 2, PT Nojorono Tobacco International (NTI) dan Korea Tomorrow & Global Corporation (KT&G). Yang terbaru, British American Tobacco (BAT), induk usaha PT Bentoel International Investama yang tahun lalu delisting dari Bursa Efek Indonesia, juga memilih jalan yang sama di mana produknya telah menggunakan pita cukai golongan 2 per awal 2022 ini.

Baca Juga: Polsek Teluk Naga Tangkap Komplotan Spesialis Pencuri Minyak Goreng dan Rokok di Mini Market

Sebelumnya, saat pengumuman kebijakan cukai hasil tembakau di Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui kebijakannya berupaya untuk melakukan pengendalian konsumsi tembakau namun secara bersamaan memperhatikan kesejahteraan pekerja, penerimaan negara dan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI