Suara.com - Harga beberapa bahan pangan terus merangkak naik pada awal tahun 2022. Mulai dari minyak goreng, kedelai, hingga daging sapi segar mengalami kenaikan harga.
Padahal, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah melakukan sejumlah kebijakan mulai dari harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng hingga penerapaan domestik market obligation (DMO) pada crude palm oil (CPO).
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara menilai, kebijakan pemerintah tersebut telah gagal menahan lonjakan harga beberapa bahan pangan.
Menurutnya, pemerintah terlambat mengantisipasi dampak yang muncul, setelah adanya kenaikan bahan baku. Bhima mencontohkan, pemerintah baru menerapkan kebijakan DMO pada CPO setelah minyak goreng langka di dalam negeri.
Baca Juga: Rapor Buruk Pangadaan Bahan Pangan, Setelah Minyak Goreng Kini Kedelai Impor Mahal
"Ketika, sudah tercium kenaikan harga CPO sudah lama dari 2021, tapi kebijakan untuk DMO ini baru dilakukan. Akhirnya, efektifitas DMO CPO butuh waktu butuh adjustmen, butuh penyesuaian," ujarnya saat dihubungi, Jumat (25/2/2022).
Bhima melanjutkan, pemerintah juga dinilai tidak berdaya untuk dengan tegas mengatur para importir hingga pelaku usaha lainnya.
Ia menjelaskan, ketika pemerintah menerapkan kebijakan satu harga pada minyak goreng, justru terjadi penimbunan hingga distribusi yang tidak merata.
Selain itu, pemerintah juga membiarkan adanya indikasi persaingan tidak sehat, karena saat ini pasar minyak goreng 40 persen dikuasai oleh pemain-pemain besar.
"Kemudian beberapa kebijakan yang harusnya dilakukan dihambat oleh lobi-lobi dari para pengusaha yang memiliki kepentingan di tata kelola pangan," ucap Bhima.
Bhima menambahkan, gagalnya pemerintah dalam mengendalikan harga pangan ini juga disebabkan karena tidak mengusai suplai atau dari isi distribusi.
Baca Juga: Jelang Tahun Baru, Harga Bahan Pangan Pokok di Tebing Tinggi Melonjak Naik
Misalnya, kenaikan harga kedelai internasional sebenarnya bisa diminimalisasi, jika pemerintah memiliki gudang yang menyimpan stok kedelai. Sehingga, ketika harga naik, pemerintah bisa menjual stok kedelai yang sudah disimpan dengan harga yang lebih murah.
"Nah ini yang harus dilakukan, tapi ini menyerahkan sepenuhnya ke mekanisme pasar dan pemerintah cenderung menormalisasi keadaan, jadi karena faktor eksternal, ini bukan kesalahan pemerintah, ini menunjukkkan tata kelola pangannya liberal menyerahkan mekanismenya ke pasar," katanya.