Suara.com - Serangan militer yang digencarkan Rusia ke Ukraina membuat harga minyak dunia ikutan panas. Pada Kamis (24/2/2022) hari ini, harga minyak jenis Brent di pasar berjangka sudah tembus USD 100 ribu per barel, posisi tertinggi sejak 2014.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sedikit was-was dengan kondisi ini. Ia mengungkapkan, jika keadaan tersebut terus berlanjut, bisa saja membuat harga bahan bakar minyak (BBM) ikut terkerek naik.
"Melonjaknya harga minyak mentah tersebut akan membuat harga BBM di Tanah Air ikut naik," kata Bhima saat dihubungi suara.com, Kamis (24/2/2022).
Dengan naiknya harga BBM tersebut, kata dia, akan menimbulkan efek domino, seperti kenaikan biaya logistik hingga pangan.
Baca Juga: Rusia Serang Ukraina, Rupiah Diprediksi Bisa Melorot Hingga Sentuh Rp 15.000
Imbasnya lagi, kata dia, tentu akan menimbulkan daya beli masyarakat yang melemah karena tingginya sejumlah bahan kebutuhan pokok.
"Efeknya adalah harga kebutuhan pokok semakin meningkat. Daya beli masyarakatnya semakin rendah, dan efek terhadap subsidi energinya juga akan membengkak cukup signifikan," papar Bhima.
Saat ini, kata dia, secara asumsi makro di APBN 2022, harga minyak mentah tercatat hanya USD 63 per barel.
Bhima mengatakan, perbedaan antara harga minyak yang ditetapkan dalam APBN dan kondisi real di lapangan kini sudah terlalu jauh.
"Maka imbasnya akan ada pembengkakan dari subsidi energi (Rp 134 triliun dalam APBN 2022) yang signifikan," kata Bhima.
Baca Juga: Uang Kripto Bitcoin Anjlok 7,9 Persen Setelah Rusia Menginvasi Ukraina
Untuk diketahui, minyak mentah Brent naik menjadi USD 103,78 per barel, atau tertinggi sejak 14 Agustus 2014, dan berada di USD 103,18 per barel pada 08.30 GMT, naik USD 6,34 atau 6,5 persen.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS pun melonjak USD 5,48 atau 6 persen menjadi US$ 97,58 per barel, setelah naik ke USD 98,46. Menjadikannya sebagai yang tertinggi sejak 11 Agustus 2014.